Kamis, 06 Maret 2014

Yuk Bercermin pada Bapak Tua Pemulung!

Bapak tua bertubuh kecil itu menarik gerobak tempat menampung hasil memulungnya. Waktu itu baru saja usai hujan turun. Sehingga tidak heran, kaos yang dikenakan bapak tua itu dalam keadaan basah. Kaos yang basah itu semakin memperjelas kecilnya badan bapak tua itu. Kecil, namun tergurat keras di sana.

Dia membalik-balikkan apa saja yang ada di dalam tempat sampah plastik berwarna abu-abu itu. Bagai seorang pemburu, bapak tua itu sedang mencari dan membidik ‘binatang buruannya’. Bila ditemukan, maka ‘binatang buruannya’ dibidik dan ‘ditembak’. Lalu ‘mayat’nya dipindahkan ke dalam gerobak.

Namun, sepertinya dia tidak memperoleh apa-apa. Sebab setelah memeriksa tempat sampah, tidak terlihat ‘binatang buruan’ yang dipindahkan. Lalu dia kembali menarik gerobaknya.

Saya yakin, dia tidak putus asa. Tidak adanya ‘binatang buruan’ yang berhasil ditemukan di tempat sampah itu, tidak membuat semangatnya mengendur. Kaos yang basah kuyup itu sudah menjadi bukti dan saksi bahwa dia bukan tipe orang yang cepat menyerah, apalagi putus asa.

Menarik gerobak seorang diri juga menyiratkan bahwa bapak tua itu seorang yang bertanggung jawab. Dia tidak ingin perannya dalam mencari nafkah digantikan oleh istri apalagi anaknya. Pula tidak ingin dirinya menjadi beban bagi orang lain. Tidak ingin menjadi benalu bagi orang lain.

Bahkan untuk sekedar menemani mencari nafkah saja, bapak tua itu tidak ingin. Sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya tidak boleh dikerjakan atau dibantu orang lain.

Menjalani pekerjaan sebagai pemulung memang mungkin karena bapak tua itu tidak memiliki keahlian yang lain. Mungkin pula dia tidak pernah sekolah atau sekolah hanya sekedarnya. Tapi, tidak semua orang yang bisa ‘berani’ menjalani pekerjaan sebagai pemulung. Ada saja orang memiliki keahlian pas-pasan, pendidikan yang amat terbatas, tapi malu menjalani pekerjaan sebagai pemulung. Tapi tidak dengan bapak tua ini.

Dia ‘berani’ menghadapi cemooh orang lain. Dia siap untuk menghadapi cibiran orang lain, bahkan ejekan dari teman-temannya di kampung.

TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar