Rabu, 23 November 2011

SEBAB TURUNNYA SURAT ABASA

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. (QS Abasa (80):1-2)
Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas; "Sedang Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu 'Utbah bin Rabi'ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman, di waktu itu masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Dia masuk ke dalam majlis dengan tangan meraba-raba. Sejenak sedang Rasulullah terhenti bicara.

Orang buta itu memohon kepada Nabi agar diajarkan kepadanya beberapa ayat al-Quran. Mungkin oleh karena terganggu sedang menghadapi pemuka-pemuka itu, kelihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum itu, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut.

Setelah selesai semuanya itu dan beliau akan mulai kembali kepada ahlinya turunlah ayat ini; "Dia bermuka masam dan berpaling." Setelah ayat itu turun sadarlah Rasulullah s.a.w. akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta dan dia pun menjadi seorang yang sangat disayangi oleh Rasulullah s.a.w. Di mana saja bertemu dengan Ibnu Ummi Maktum beliau menunjukkan muka yang jernih berseri kepadanya dan kadang-kadang beliau katakan; "Hai orang yang telah menjadi sebab satu kumpulan ayat turun dari langit kepadaku."

Ibnu Katsir pun meriwayatkan bahwa bukan saja Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang membawakan riwayat ini, bahkan ada pula riwayat dari Urwah bin Zubair, Mujahid, Abu Malik dan Qatadah, dan adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid dan lain-lain; bahwa yang bermuka masam itu memang Rasulullah s.a.w. sendiri dan orang buta itu memang Ibnu Ummi Maktum.

Ibnu Ummi Maktum itu pun adalah seorang sahabat Rasulullah yang terkenal. Satu-satunya orang buta yang turut hijrah dengan Nabi ke Madinah. Satu-satunya orang buta yang dua tiga kali diangkat Rasulullah s.a.w. menjadi wakilnya jadi Imam di Madinah kalau beliau bepergian. Ibu dari Ibnu Ummi Maktum itu adalah saudara kandung dari ibu yang melahirkan Siti Khadijah, isteri Rasulullah s.a.w. Dan setelah di Madinah, beliau pun menjadi salah seorang tukang azan yang diangkat Rasulullah s.a.w. di samping Bilal.
sumber: Tafsir Al-Azhar, Prof. Dr. Hamka 

Selasa, 22 November 2011

CINTA TSUMAMAH BN TSA'AL

Diriwayatkan dari Abû Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsa’al berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci melebihi wajahmu. Tapi, akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. (Mutafaq ‘alaih).

CINTA UMAR BN KHATHTHAB RA

Abdullah bin Hisyam berkata Kami bersama Nabi saw., sementara beliau memegang tangan Umar bin al-Khathab. Umar berkata, “Wahai Rasulullah!, Sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Nabi saw. berkata, “Tidak bisa! Demi Allah hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka Umar berkata, “Sesungguhnya mulai saat ini, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Nabi saw. bersabda, “Sekarang engkau telah benar wahai Umar.” (HR. al-Bukhâri).

CINTA ABU BAKAR RA

Muhammad bin Sirin berkata; Telah berbincang-bincang segolongan laki-laki di masa Umar ra., hingga seakan-akan mereka melebihkan Umar ra. atas Abû Bakar ra., kemudian hal itu sampai kepada Umar bin al-Khathab r.a., lalu beliau berkata, “Demi Allah, satu malam dari Abû Bakar lebih utama daripada keluarga Umar. Sungguh Rasulullah telah pergi menuju gua Tsur disertai Abû Bakar. Abû Bakar terkadang berjalan di depan beliau dan terkadang berjalan di belakang beliau. Hingga hal itu membuat Rasulullah penasaran, beliau pun berkata, “Wahai Abû Bakar! Kenapa engkau terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku?” Abû Bakar berkata, “Jika aku ingat orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Abû Bakar, jika terjadi sesuatu, apakah engkau suka hal itu menimpamu dan tidak menimpaku?” Abû Bakar menjawab, “Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang menyakitkan, maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu.” Ketika keduanya telah sampai di gua Tsur, Abû Bakar berkata, “Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah!, hingga aku membersihkan gua untukmu.” Kemudian Abû Bakar pun masuk gua dan ia membersihkan (dari segala hal yang akan menggangu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, tetap di tempatmu!, aku akan membersihkan sebuah lubang.” Maka ia pun masuk gua dan membersihkan lubang itu. Kemudian berkata, “Silahkan turun wahai Rasulullah saw.”, maka Rasul pun turun. Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih utama dari pada keluarga Umar.” (HR. al-Hâkim dalam al-Mustadrak. Ia berkata, “Hadits ini shahih, isnadnya memenuhi syarat al-Bukhâri Muslim seandainya tidak mursal”). Tapi hadits ini adalah hadits mursal yang bisa diterima.

CINTA ALI BN ABU THALIB

Dari Sahal bin Sa’ad ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda pada Khaibar:
Berkata kepadaku Qutaibah bin Sa’îd, berkata kepadaku Ya’kub bin Abdurrahman dari Abû Hazim, ia berkata; Sahal bin Sa’ad ra. telah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah saw. Bersabda pada perang Khaibar, “Aku akan memberikan panji ini kepada seorang lelaki yang di atas tangannya Allah akan memberikan kemenangan. Ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Berkata Sahal Bin Sa’ad, “Maka orang-orang pun pergi untuk tidur dan mereka bertanya-tanya di dalam hati mereka, siapakah di antara mereka yang akan diberikan panji oleh Rasulullah saw.” Ketika tiba waktu subuh, maka orangorang ramai menghadap Rasulullah saw. Semuanya berharap agar diberi panji oleh Rasulullah saw. Maka Rasul bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?” Dikatakan kepada Rasul, “Ia sedang sakit mata, Ya Rasulullah!” Kemudian orang-orang pun mengutus seorang sahabat untuk membawa Ali bin Abi Thalib ke hadapan Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan berdoa untuknya, maka sembuhlah ia hingga seolah-olah ia belum pernah sakit sebelumnya. Kemudian Rasul memberikan panji itu kepada Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali berkata, “Ya Rasulallah!, aku akan memerangi mereka sampai mereka bisa seperti kita (memeluk Islam).” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Berangkatlah perlahan-lahan hingga engkau berada di halaman mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang merupakan kewajiban mereka. Maka demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang manusia karena engkau, hal itu lebih baik bagi engkau daripada unta merah.” (Mutafaq ‘alaih)

CINTA ANAS

Dari Anas, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kiamat. Ia berkata, “Kapan terjadinya kiamat ya Rasulullah?” Rasul berkata, “Apa yang telah engkau siapkan untuknya?” Laki-laki itu berkata, “Aku tidak menyiapkan apa pun kecuali sesungguhnya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Rasul saw. berkata, “Engkau bersama apa yang engkau cintai.” Anas berkata; Kami tidak pernah merasa bahagia dengan sesuatu pun yang membahagiakan kami seperti bahagianya kami dengan perkataan Nabi, “Engkau bersama apa yang engkau cinta”, Anas kemudian berkata, “Maka aku mencintai Nabi, Abû Bakar, dan Umar. Dan aku berharap akan bersama dengan mereka karena kecintaanku kepada mereka meskipun aku belum bisa beramal seperti mereka.” (Mutafaq‘alaih)

CINTA ABU THALHAH PADA RASULULLAH SAW 2

Qais berkata:
Aku melihat tangan Abû Thalhah menjadi lumpuh, karena dengan tangannya itulah ia telah menjaga Nabi saw., pada saat perang Uhud. (HR. al-Bukhâri)
_

CINTA ABU THALHAH PADA RASULULLAH SAW


Ketika perang Uhud kaum Muslim berlarian meninggalkan Nabi saw. Abû Thalhah sedang berada di depan Nabi saw., melindungi beliau dengan perisainya. Abû Thalhah adalah seorang pemanah yang sangat cepat lemparannya. Pada saat itu ia mampu menangkis dua atau tiga busur panah. Kemudian ada seorang lelaki yang lewat. Ia membawa satu wadah anak panah kemudian berkata, “Aku akan menebarkannya untuk Abû Thalhah”. Kemudian Nabi saw. berdiri tegak melihat orang-orang. Maka Abû Thalhah berkata, “Ya Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, engkau jangan berdiri tegak, nanti panah orang-orang akan mengenaimu. Biarkan aku yang
berkorban jangan engkau….” (Mutafaq ‘alaih)

Senin, 21 November 2011

SEBAB TURUNNYA SURAT ALI IMRAN AYAT 128

Ada tiga orang gembong Quraiay yang amat menyubahkan Rasulullah saw. disebabkan sengitnya perlawanan mereka ter­hadap da’wahnya dan siksaan mereka terhadap shahabatnya. Maka Rasulullah selalu berdoa dan memohon kepada Tuhannya agar menurunkan adzabnya pada mereka. Tiba-tiba sementara ia berdoa dan memohon itu, turunlah wahyu atas kalbunya berupa ayat yang mulia ini: 
“Tak ada sesuatu pun kekuasaanmu mengenai urusan itu, apakah la akan menerima taubat mereka atau akan me­nyiksa mereka, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang aniaya … (Q.S. 3 Ali Imran: 128)
Rasulullah memahami bahwa maksud ayat itu ialah menyu­ruhnya agar menghentikan doa untuk menyiksa mereka serta menyerahkan urusan mereka kepada Allah semata. Kemungkin­an, mereka tetap berada dalam keaniayaan hingga akan mene­rima adzab-Nya. Atau mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka hingga akan memperoleh rahmat karunia-Nya
Maka ‘Amr bin ‘Ash adalah salah satu dari ketiga orang tersebut. Allah memilihkan bagi mereka jalan untuk bertaubat dan menerima rahmat, maka ditunjuki-Nya mereka jalan untuk menganut Islam, dan ‘Amr bin ‘Ash pun beralih rupa menjadi seorang Muslim pejuang, dan salah seorang panglima yang gagah berani ….

Minggu, 20 November 2011

SURAT AL-BAQARAH AYAT 6-7

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat (QS Al-Baqarah (2):6-7)
        Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Ikrimah atau dari Sa’ad bin Zubair dari Ibnu Abbas tentang firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 6-7, “Sesungguhnya orang-orang kafir…” Kedua ayat ini turun pada orang-orang Yahudi Madinah.
        Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dia berkata, “Dua ayat turun pada peperangan Al-Ahdzab, yaitu, “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat (QS Al-Baqarah (2):6-7)

Sumber Asbabun Nuzul; Sebab Turunnya Ayat Al-Quran Oleh Jalaluddin As- Suyuthi

Jumat, 18 November 2011

CEPAT BERITAHU, SELAGI MASIH INGAT


        Menurut sebuah buku, saat ini benda terkecil bukan lagi atom. Ada lagi benda yang lebih kecil dari atom. Semua itu tidak lepas dari peran perpustakaan, buku dan para ilmuwan yang mau berbagi.
        Apa jadinya bila semua orang pandai enggan menuliskan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki? Tak terbayangkan, bila mereka tidak mau sama sekali menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya, walau hanya melalui lisan saja.
        Berbagi ilmu dan pengetahuan dalam Islam merupakan sesuatu perbuatan yang amat terpuji. Ilmu yang telah disebarkan dan dimanfaatkan oleh orang banyak akan menjadi amal jariah, pahala yang terus mengalir, walau ‘dermawan ilmu itu’ telah tiada.
        Membagi-bagi pengetahuan kepada khalayak ramai, merupakan perbuatan mempermudah penuntut ilmu. Atau sama saja dengan membantu penuntut ilmu untuk menunaikan  kewajibannya.  
        Ustadz Bobby Herwibowo pernah bercerita, “Jika saya berbagi cerita, saya akan dapat cerita baru lagi.” Dan memang terbukti. Sebagaimana dituturkan beliau, ketika bedah buku beliau yang berjudul Cahaya Langit di masjid Sunda Kelapa, beliau mendapat 2 cerita baru dari peserta bedah buku. Demikian pula ketika beliau berceramah di Pondok Indah.
        Dari sini dapat dipahami ternyata berbagi ilmu tidak ada bedanya dengan berbagi dalam bentuk harta.
        Kalo sudah seperti ini balasan bagi orang yang berbagi, apalagi alasan untuk tidak berbagi?
        Alangkah sangat disayangkan sekali, bila ilmu itu lenyap karena orang yang mengetahuinya telah meninggal atau lupa sebelum ilmu itu dibagi-bagikan.
        Betul apa yang dikatakan seorang ulama salaf dan beliau juga seorang ahli hadits, Abdullah bin Mubarak. Beliau berkata,  “Siapa yang bakhil terhadap ilmu, maka dia akan dicoba dengan tiga perkara: kematian, lupa, atau mengikuti kemauan penguasa.” (muhammadnuh@eramuslim.com)/Min A’lam As-Salaf oleh Syaikh Ahmad Farid
http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/ketika-dunia-dalam-genggaman-abdullah-ibnu-mubarak.htm
        Di Jepang siapa pun dia, mereka menulis membagi-bagikan apa yang diketahuinya. (lihat buku Menggenggam Dunia, Bukuku, Hatiku karya Gola Gong)
        Dengan semangat berbagi ini (khususnya ilmu dan pengetahuan),  Jepang sudah mengecap ‘manisnya berbagi’. Jepang kini sudah menjadi salah satu negara industry yang disegani.
        Kapan hal ini dapat dirasakan oleh kaum muslimin. Menjadi pandai dan faqih bersama, bukan secara individual
  

         

Kamis, 17 November 2011

SEORANG BADUI DAN MENTERI YANG PEDENGKI

SEORANG BADUI DAN MENTERI YANG PEDENGKI

       
Diceritakan bahwa ada seorang Arab badui masuk menemui Amirul Mukminin, Mu'tashim. Mu'tashim menjadikan laki-laki Badui itu sebagai kawan dekat dan teman minum, sehingga dia bisa masuk kediaman Mu'tashim tanpa izin. Mu'tashim memiliki seorang menteri yang dengki terhadap Arab Badui ini. Di dalam hatinya, dia berkata, "Jika saya tidak membunuh Badui ini, maka dia dapat mengambil hati Amirul Mukminin. Selanjutnya beliau akan menjauhi saya.”
Maka, menteri itu bersikap ramah pada badui tadi. Dia mengajak Badui itu untuk mampir ke rumahnya dan memasak makanan untuknya. Namun, makanan itu ditaburi bawang putih. Ketika Badui tersebut selesai makan, menteri itu berkata, "Hati-hati! Bila engkau duduk dekat dengan Amirul Mukminin. Sebab, jika dia mencium bau bawang putih dari mulutmu, dia akan merasa terganggu. Dia benci dengan bau bawang putih.”
        Kemudian menteri itu pergi menghadap Amirul Mukminin. Mereka berbicara empat mata. Menteri itu berkata, "Wahai Amirul Mukminin! Orang Arab Badui itu menceritakan tentang diri anda ke masyarakat luas. Anda dikatakan sebagai orang yang berbau mulut sangat tidak sedap, bahkan dia merasa sangat terganggu dengan bau mulut anda.”
        Ketika Arab Badui ini menemui Amirul Mukminin, dia menutup mulutnya dengan lengan bajunya, karena khawatir aroma bawang putih tercium oleh Amirul Mukminin. Berbeda dengan yang dipikirkan oleh Amirul Mukminin. Dia menyaksikan langsung bahwa Arab Badui ini menutup mulutnya. Dia berkata, "Berarti apa yang dikatakan oleh menteri saya itu benar adanya."
        Amirul Mukminin menulis sepucuk surat yang ditujukan pada gubernurnya. Di dalam surat itu tertulis, "Jika surat saya ini sampai padamu. Penggallah leher pembawa surat ini." Kemudian Amirul Mukminin memanggil Arab Badui itu dan menyerahkan surat itu padanya. Dia berkata, "Antarkan surat ini pada si fulan dan mintalah jawabannya."
        Si Arab Badui itu mematuhi perintah Amirul Mukminin. Dia terima surat itu dan berangkat untuk menunaikan tugas tersebut. Sesampainya di pintu keluar, dia bertemu dengan menteri pendengki tersebut. Menteri itu bertanya, "Mau kemana?"
        Arab Badui menjawab, "Saya akan mengantarkan surat Amirul Mukminin kepada gubernurnya, si fulan."
        Di dalam hatinya, menteri itu berkata, "Arab Badui ini akan memperoleh uang yang banyak, setelah menyerahkan surat tersebut."
        Menteri itu berkata, "Wahai Badui! Bagaimana menurutmu jika seseorang memberi kesempatan padamu istirahat yang panjang dari kerja keras yang melelahkan. Lalu orang itu memberimu uang 2000 dinar."
        Arab Badui itu berkata, "Engkau adalah orang besar, engkau yang berkuasa. Apapun yang menurutmu baik, maka akan saya lakukan."
        Menteri itu berkata, "Berikan surat itu pada saya!" Maka Arab Badui itu menyerahkan surat itu pada si menteri. Sedangkan menteri memberikan uang padanya sebagaimana yang dikatakan tadi. Lalu pergi berangkat menuju tempat yang dimaksud.
        Ketika bawahan Amirul Mukminin membaca surat itu, dia memerintahkan untuk memenggal kepala si menteri.
        Setelah beberapa hari, khalifah teringat dengan perkara ini. Dia bertanya tentang kabar menterinya, maka dijawab bahwa beberapa hari belakangan ini tidak pernah kelihatan batang hidungnya. Adapun Arab Badui itu tetap berada di Madinah.
        Mendengar kabar itu, khalifah menjadi terkejut. Dia memerintahkan agar Arab Badui itu datang menghadapnya. Dia datang menemui khalifah. Beliau menanyakan tentang kabarnya. Arab Badui itu menceritakan kesepakatan yang dilakukannya dengan si menteri, dari awal hingga akhir. Khalifah berkata padanya, "Engkau telah mengatakan pada masyarakat bahwa bau mulut saya sangat tidak sedap?"
        Si Arab Badui menjawab, "Masya Allah! Wahai Amirul Mukminin, saya tidak mengatakan sesuatu yang tidak saya ketahui. Hal itu merupakan perbuatan dan kedengkian dari si menteri. Menteri itu mengajak saya ke rumahnya. Kemudian dia mengajak saya makan bawang putih.” Si Arab Badui menceritakan segala hal yang dibicarakan pada saat itu. Dia berkata, "Wahai Amirul Mukminin! Allah telah membinasakan kedengkian itu."
        Kemudian Arab Badui itu diangkat khalifah sebagai menterinya. Sedangkan menteri pendengki, binasa bersama kedengkiannya.
        Perasaan dengki terhadap orang lain termasuk perbuatan zalim yang mendorong si menteri hingga jatuh ke dalam kehancuran. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap perkara dengki dan tipu muslihat. Saya tutup kisah ini dengan sebuah syair,
        Wahai orang yang dengki terhadap anugerah yang telah
saya peroleh
Apakah engkau mengetahui, kepada siapa perbuatan
burukmu ini ditujukan?
Engkau telah berbuat buruk pada keputusan Allah
Karena engkau tidak meridhai anugerah Allah yang diberikan pada saya
Maka Allah menjadikanmu hina dengan cara menambah anugerah-Nya pada diri saya ini
Dan menutup pintu-pintu anugerah dari dirimu
Sumber; Min Qishashi Adz-DZalimin, karya MUHAMMAD ABDUH