Kamis, 06 Maret 2014

Masjid Mimazah Riwayatmu Dulu

Masjid Amir Hamzah komplek Taman Ismail Marzuki telah dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi Ahok.

Pembongkaran masjid tersebut sangat disesalkan oleh masyarakat sekitar.

“Iya kita sayangkan saja, kok bisa dibongkar padahal masjid ini sudah lama berdiri dan dibangun sejak era Ali Sadikin,” paparnya.

Masjid Amir Hamzah diresmikan Gubernur Ali Sadikin 7 Januari 1977. Keberadaannya menjadi masjid kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM).


Secara pribadi, saya juga menyesalkan pembongkaran masjid Amir Hamzah ini. Karena saya tahu benar betapa strategisnya masjid ini. Saya dan teman-teman yang tergabung dalam sebuah komunitas menulis, biasa melakukan kegiatan di masjid ini.

Seminggu sekali di hari Ahad, kami berkumpul di masjid ini. Usai membahas tentang dunia kepenulisan, kami bersama-sama menunaikan shalat Dzuhur di masjid yang biasa disingkat dengan nama Mimazah. Bukan kami saja yang menunaikan shalat di sana. Mereka yang belajar menari di lingkungan TIM, juga shalat di sana. Mereka yang berkunjung di kompleks TiM - baik untuk menyaksikan pagelaran maupun yang hendak ke/dari bioskop – juga menunaikan shalat di sana.

Pendek kata, orang-orang yang berkunjung ke TIM, menunaikan shalat di sana. Memang, di dekat Planetarium terdapat mushalla, namun ukurannya tidak seluas Mimazah.

Di hari Ahad saja sudah sedemikian padatnya orang yang berkunjung ke Mimazah, apalagi di hari-hari kuliah.    

Menunaikan shalat 5 waktu, hukumnya wajib. Mempermudah orang melakukan suatu kewajiban, merupakan sesuatu yang penting. Mengapa penting? Ketika orang-orang yang berada di kompleks TIM, ingin menunaikan shalat, mereka akan ‘dipermudah’ dengan adanya sarana ibadah. Bila sarana ibadah tidak ada atau ada namun tidak sebanding dengan pengunjung TIM atau ada namun jauh dari kompleks TIM, maka itu sama saja ‘mempersulit’ orang menunaikan kewajiban.

Tidak semua orang mempunyai semangat ibadah yang tinggi. Tidak tiap orang mempunyai tanggung jawab pribadi untuk menunaikan kewajiban. Tidak semua orang mau bersusah payah mencari masjid untuk menunaikan shalat 5 waktu. Orang seperti ini terkadang enggan menunaikan shalat fardhu, walau sendiri sekalipun.

Jika menemui orang-orang seperti ini, mereka akan meremehkan shalat. “Shalat? Ah..gampang, ntar di rumah juga bisa.” Jika ini yang terjadi, siapa yang harus bertanggung jawab? Kondisinya akan berbeda bila masjid ada di dekat mereka. Mereka akan menunaikan shalat terlebih dulu, baru pulang ke rumah.

Selain itu, menunaikan shalat berjamaah merupakan sesuatu yang amat ditekankan oleh Rasulullah saw, bahkan terhadap sahabat beliau yang buta sekalipun.

Dalam suatu riwayat, Abdullah bin Ummi Maktum pernah bertanya kepada Rasulullah, “Apakah saya juga diharuskan menunaikan shalat berjamaah?”

Rasulullah saw balik bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”
Abdullah menjawab, “Iya.”
Rasulullah saw pun bersabda, “Berarti engkau harus datang ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah.”

Abdullah bin Ummi Maktum ra, sahabat Rasulullah saw yang buta saja diwajibkan untuk datang ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah.

Oleh karenanya dalam riwayat lain, Abdullah bin Ummi Maktum ra mempunyai seutas tali yang ujungnya diikatkan ke masjid dan pangkalnya ditambatkan di rumahnya. Sehingga dengan demikian, dia dapat dengan mudah mencapai masjid.

Bagaimana masyarakat di sekitar TIM, para mahasiswa di kompleks TIM dan para pengunjung TIM dapat menunaikan shalat fardhu berjamaah, bila masjid Amir Hamzah dibongkar?

Sekali lagi tidak semua orang sabar mau mengantri shalat di mushalla kecil dekat Planetarium TIM. Tidak semua orang mau bersusah payah berjalan atau menghampiri masjid yang jauh dari tempat tinggalnya.

Masjid Amir Hamzah (Mimazah) TIM telah dibongkar, maka hendaknya Pemprov DKI membangun masjid baru pengganti Mimazah.

Di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab ra terjadi sebuah peristiwa terkait dengan pembongkaran atau penggusuran. Mesir yang masih masuk wilayah kekuasaan Umar ra, ingin merenovasi dan memperluas masjid di sana.

Amr bin Ash ra sebagai gubernur Mesir memutuskan untuk menggusur sebuah rumah milik seorang Yahudi, demi perluasan masjid itu. Akan tetapi orang Yahudi itu menolak. Karena perluasan masjid dinilai penting, maka Amr bin Ash berjanji akan mengganti rumah milik orang Yahudi itu dengan sebuah rumah yang lain, bahkan rumah itu lebih bagus dari rumahnya sekarang. Tapi orang Yahudi itu tetap menolak.

Riwayat ini walau ada sedikit perbedaan, namun ada sisi persamaannya. Persamaannya adalah hak orang lain tetap diperhatikan, bahkan terhadap orang non muslim sekalipun. Bahkan Amr bin Ash ra menjanjikan rumah yang lebih bagus. Lalu bagaimana dengan hak kaum muslimin di sekitar TIM? Apakah hak mereka diperhatikan? Apakah ada masjid baru yang dibangun sebagai pengganti masjid Mimazah?

Masjid Amir Hamzah dibongkar karena ingin dibuat Gedung Fakultas Film IKJ dan taman, demikian ketarangan seorang karyawan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Rabu (16/10/2013).

Taruhlah, Gedung Fakultas Film IKJ dan taman merupakan sesuatu yang penting dan urgent. Tapi haruskah mengorbankan kepentingan orang banyak?

Bukankah tugas pemerintah -termasuk Pemprov DKI- melayani masyarakat dan orang banyak?
TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar