Masjid Amir Hamzah komplek Taman Ismail Marzuki telah dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi Ahok.
Pembongkaran masjid tersebut sangat disesalkan oleh masyarakat sekitar.
“Iya
kita sayangkan saja, kok bisa dibongkar padahal masjid ini sudah lama
berdiri dan dibangun sejak era Ali Sadikin,” paparnya.
Masjid
Amir Hamzah diresmikan Gubernur Ali Sadikin 7 Januari 1977.
Keberadaannya menjadi masjid kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan
menjadi bagian tak terpisahkan dari kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM).
Sumber: http://www.arrahmah.com/news/2013/10/17/jokowi-ahok-bongkar-masjid-kali-masjid-amir-hamzah-tim.html
Secara
pribadi, saya juga menyesalkan pembongkaran masjid Amir Hamzah ini.
Karena saya tahu benar betapa strategisnya masjid ini. Saya dan
teman-teman yang tergabung dalam sebuah komunitas menulis, biasa
melakukan kegiatan di masjid ini.
Seminggu sekali di hari
Ahad, kami berkumpul di masjid ini. Usai membahas tentang dunia
kepenulisan, kami bersama-sama menunaikan shalat Dzuhur di masjid yang
biasa disingkat dengan nama Mimazah. Bukan kami saja yang menunaikan
shalat di sana. Mereka yang belajar menari di lingkungan TIM, juga
shalat di sana. Mereka yang berkunjung di kompleks TiM - baik untuk
menyaksikan pagelaran maupun yang hendak ke/dari bioskop – juga
menunaikan shalat di sana.
Pendek kata, orang-orang yang
berkunjung ke TIM, menunaikan shalat di sana. Memang, di dekat
Planetarium terdapat mushalla, namun ukurannya tidak seluas Mimazah.
Di hari Ahad saja sudah sedemikian padatnya orang yang berkunjung ke Mimazah, apalagi di hari-hari kuliah.
Menunaikan
shalat 5 waktu, hukumnya wajib. Mempermudah orang melakukan suatu
kewajiban, merupakan sesuatu yang penting. Mengapa penting? Ketika
orang-orang yang berada di kompleks TIM, ingin menunaikan shalat, mereka
akan ‘dipermudah’ dengan adanya sarana ibadah. Bila sarana ibadah tidak
ada atau ada namun tidak sebanding dengan pengunjung TIM atau ada namun
jauh dari kompleks TIM, maka itu sama saja ‘mempersulit’ orang
menunaikan kewajiban.
Tidak semua orang mempunyai semangat
ibadah yang tinggi. Tidak tiap orang mempunyai tanggung jawab pribadi
untuk menunaikan kewajiban. Tidak semua orang mau bersusah payah mencari
masjid untuk menunaikan shalat 5 waktu. Orang seperti ini terkadang
enggan menunaikan shalat fardhu, walau sendiri sekalipun.
Jika
menemui orang-orang seperti ini, mereka akan meremehkan shalat.
“Shalat? Ah..gampang, ntar di rumah juga bisa.” Jika ini yang terjadi,
siapa yang harus bertanggung jawab? Kondisinya akan berbeda bila masjid
ada di dekat mereka. Mereka akan menunaikan shalat terlebih dulu, baru
pulang ke rumah.
Selain itu, menunaikan shalat berjamaah
merupakan sesuatu yang amat ditekankan oleh Rasulullah saw, bahkan
terhadap sahabat beliau yang buta sekalipun.
Dalam suatu
riwayat, Abdullah bin Ummi Maktum pernah bertanya kepada Rasulullah,
“Apakah saya juga diharuskan menunaikan shalat berjamaah?”
Rasulullah saw balik bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”
Abdullah menjawab, “Iya.”
Rasulullah saw pun bersabda, “Berarti engkau harus datang ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah.”
Abdullah
bin Ummi Maktum ra, sahabat Rasulullah saw yang buta saja diwajibkan
untuk datang ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah.
Oleh
karenanya dalam riwayat lain, Abdullah bin Ummi Maktum ra mempunyai
seutas tali yang ujungnya diikatkan ke masjid dan pangkalnya ditambatkan
di rumahnya. Sehingga dengan demikian, dia dapat dengan mudah mencapai
masjid.
Bagaimana masyarakat di sekitar TIM, para
mahasiswa di kompleks TIM dan para pengunjung TIM dapat menunaikan
shalat fardhu berjamaah, bila masjid Amir Hamzah dibongkar?
Sekali
lagi tidak semua orang sabar mau mengantri shalat di mushalla kecil
dekat Planetarium TIM. Tidak semua orang mau bersusah payah berjalan
atau menghampiri masjid yang jauh dari tempat tinggalnya.
Masjid Amir Hamzah (Mimazah) TIM telah dibongkar, maka hendaknya Pemprov DKI membangun masjid baru pengganti Mimazah.
Di
masa kekhalifahan Umar bin Khaththab ra terjadi sebuah peristiwa
terkait dengan pembongkaran atau penggusuran. Mesir yang masih masuk
wilayah kekuasaan Umar ra, ingin merenovasi dan memperluas masjid di
sana.
Amr bin Ash ra sebagai gubernur Mesir memutuskan
untuk menggusur sebuah rumah milik seorang Yahudi, demi perluasan masjid
itu. Akan tetapi orang Yahudi itu menolak. Karena perluasan masjid
dinilai penting, maka Amr bin Ash berjanji akan mengganti rumah milik
orang Yahudi itu dengan sebuah rumah yang lain, bahkan rumah itu lebih
bagus dari rumahnya sekarang. Tapi orang Yahudi itu tetap menolak.
Riwayat
ini walau ada sedikit perbedaan, namun ada sisi persamaannya.
Persamaannya adalah hak orang lain tetap diperhatikan, bahkan terhadap
orang non muslim sekalipun. Bahkan Amr bin Ash ra menjanjikan rumah yang
lebih bagus. Lalu bagaimana dengan hak kaum muslimin di sekitar TIM?
Apakah hak mereka diperhatikan? Apakah ada masjid baru yang dibangun
sebagai pengganti masjid Mimazah?
Masjid Amir Hamzah
dibongkar karena ingin dibuat Gedung Fakultas Film IKJ dan taman,
demikian ketarangan seorang karyawan Institut Kesenian Jakarta (IKJ),
Rabu (16/10/2013).
Taruhlah, Gedung Fakultas Film IKJ dan
taman merupakan sesuatu yang penting dan urgent. Tapi haruskah
mengorbankan kepentingan orang banyak?
Bukankah tugas pemerintah -termasuk Pemprov DKI- melayani masyarakat dan orang banyak?
TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN
FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar