Jumat, 21 Maret 2014

GRASI ITU RUSAK TATANAN MASYARAKAT



Pilar dalam masyarakat ada tiga. Bagaimana kondisi masyarakat tergantung pada tiga pilar ini. Keamanan masyarakat; baik harta, jiwa, akal, kehormatan dan keyakinannya tergantung pada baik atau buruknya tiga pilar ini.

Semua kita mendambakan masyarakat yang baik. Oleh karenanya, tidak salah bila kita ingin mewujudkan tiga pilar itu.

Pada tahun 1918, opini umum masyarakat AS sadar akan bahaya segala hal yang memabukkan. Mereka menentang kehadiran benda-benda haram. Karena mereka sadar, benda-benda itu berbahaya bagi fisik dan mental; baik secara individu, keluarga maupun masyarakat.

Maka pada tahun 1919, AS menerbitkan undang-undang yang melarang meminum minuman keras. Agar undang-undang ini dapat terlaksana dan dipatuhi masyarakat, maka sosialisasi dilakukan. Penerangan lewat surat kabar, majalah, buku, buletin, bioskop, rapat-rapat, ceramah dan pidato pun digencarkan.

Angkatan laut dikerahkan untuk mencegah masuknya minuman keras lewat jalur laut. Angkatan udara juga tidak mau ketinggalan. Mereka mencegah agar barang haram itu tidak masuk lewat jalur udara.

Ditaksir, biaya yang dikeluarkan untuk itu semua, lebih dari 60 juta dollar. Untuk menerbitkan buku dan buletin saja menghabiskan biaya sebanyak 10 juta dollar.

Namun segala upaya dan usaha ini gagal. Masyarakat AS malah semakin gemar meminum minuman keras. Sehingga pada tahun 1933, pemerintah AS menghapus UU pelarangan minuman keras. Pada saat itu pula, AS menerbitkan UU yang membolehkan minuman keras diperjual belikan secara leluasa. (lihat Iman dan Kehidupan; karya Yusuf Al-Qaradhawi, hal 128, Bulan Bintang)

Beda sekali dengan yang dialami Rasulullah dan para sahabat. Sebelum turunnya ayat yang melarang memanfaatkan minum-minuman keras, pada saat itu minuman keras sudah merupakan kebiasaan bangsa Arab. Mereka tidak dapat dipisahkan dengan minuman keras.

Dalam masyarakat Arab jahiliyah, hampir tidak ada orang yang tidak meminum khamar. Jumlah mereka yang tidak mengonsumsi minuman khamar dapat dihitung dengan jari dan mereka dianggap aneh.

Bahkan para sahabat Rasulullah saw sendiri, di saat dua ayat mengenai minuman khamar turun, namun belum ada ketegasan pengharamannya, mereka masih mengonsuminya.

Namun begitu ayat tentang pengharaman minuman keras turun; yaitu Surat Al-Maidah ayat 91, maka dengan serta merta para sahabat membuang koleksi minuman-minuman kerasnya. Digambarkan pada saat itu, kota Madinah banjir dengan khamar.

Dua contoh di atas menunjukkan bahwa kualitas individu dalam masyarakat merupakan sesuatu yang penting. Kualitas ketakwaan individu-individu termasuk yang menentukan baik buruknya masyarakat.

Individu-individu yang bertakwa akan meninggalkan perbuatan haram dengan kesadaran dirinya sendiri, tanpa dipaksa atau diiming-imingi. Selama Allah melarang, maka akan ditinggalkan, walaupun itu sudah mendarah daging dan menjadi kebiasaan.

Mereka meninggalkan perbuatan haram, tanpa menunggu ditegur orang lain. Mereka akan bersikap sama, baik sedang seorang diri maupun sedang berada di tengah-tengah masyarakat.

Undang-undang, sistem atau peraturan yang baik, tidak ada gunanya, jika individu-individunya bersikap, “Bukankah peraturan itu dibuat untuk dilanggar?”

Ada suatu contoh yang baik terkait dengan ketaatan pada peraturan. Seorang Arab dusun bernama Maiz bin Malik datang menemui Rasulullah, “Ya Rasulullah! Saya telah menganiaya diri sendiri, saya telah berbuat zina. Hukumlah saya ya Rasulullah, agar diri saya dapat bersih.”

Rasulullah menjawab, “Boleh jadi engkau hanya bersentuhan kulit saja. Bisa jadi engkau hanya menciumnya dan bisa jadi kamu hanya bersentuhan paha.”

Namun jawaban Rasulullah ini, dipertegas pria tadi bahwa dirinya telah melakukan perbuatan zina. Rasulullah pun kembali menegaskannya hingga berkali-kali. Akan tetapi Maiz tetap bersikeras supaya dirinya dirajam (dilempari batu hingga mati) agar dirinya dapat disucikan dari dosa zina yang telah dilakukannya. Maka hukuman pun dilaksanakan.
***
Sebaik-baik orang, sekuat apa pun takwa seseorang, pasti dia pernah melakukan kesalahan. Pasti dia pernah berbuat dosa. Untuk meminimalisir hal ini, maka peran masyarakat terhadap individu juga amat penting. Masyarakat perlu menjaga, memperhatikan dan menolong individu-individu yang membutuhkan.

Sebab perbuatan haram seseorang terkadang bahkan kebanyakan bermula dari kesulitan yang dideritanya. Seseorang yang mencuri atau merampok, dilatar belakangi kondisi perekonomian yang tidak stabil. Bisa jadi si pencuri tidak memiliki pekerjaan.

Seorang yang berzina, bisa jadi diawali dengan dia tidak memiliki pasangan hidup. Seorang yang meminum minuman keras, bisa jadi dipicu oleh permasalahan yang sedang membuat dirinya menjadi stress. Seorang pembunuh dilatar belakangi rasa sakit hati pada orang yang dibunuhnya.

Oleh karenya peran masyarakat dalam memperhatikan kondisi individu amatlah penting. Ada suatu ilustrasi indah yang digambarkan Rasulullah dalam hadisnya berikut ini.

Di dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda, "Perumpamaan orang yang menjaga dan menerapkan peraturan Allah seperti kelompok penumpang kapal yang mengundi tempat duduk mereka. Sebagian mereka mendapat tempat di bagian atas, dan sebagian yang lain di bagian bawah. Penumpang bagian bawah, jika mereka membutuhkan air, maka harus berjalan melewati bagian atas kapal. Maka merekapun berujar, "Bagaimana jika kami lobangi saja bagian bawah kapal ini (untuk mendapat air), toh hal itu tidak menyakiti orang yang berada di bagian atas." Jika kalian biarkan mereka berbuat menurut keinginan mereka itu, maka binasalah mereka dan seluruh penumpang kapal itu. Tetapi jika kalian cegah mereka, maka selamatlah mereka dan seluruh penumpang yang lain."

Kehidupan dalam masyarakat , pada hakekatnya seperti kehidupan di dalam kapal yang sedang berlayar. Ada orang-orang yang berlebih; baik harta, ilmu, ketrampilan maupun ketakwaannya. Ada pula orang-orang yang berkekurangan; baik harta, ilmu, ketrampilan maupun ketakwaannya.

Hal ini tergambar dari ucapan dalam hadits di atas, “Bagaimana jika kami lobangi saja bagian bawah kapal ini (untuk mendapat air), toh hal itu tidak menyakiti orang yang berada di bagian atas."

Ucapan ini menunjukkan bahwa para penumpang yang berada di bagian bawah perlu diperhatikan. Mereka perlu diberitahu dan mereka perlu ditolong. Mereka perlu dinasehati.

Penumpang yang berlebih perlu membantu mereka. Jangan sampai gara-gara kesulitan memperoleh air, semua penumpang beserta kapal akan karam.

Masyarakat penting sekali memperhatikan individu-individu yang berada di dalamnya. Penting untuk menasehatinya dan menolongnya dalam kebaikan.

Sebab bila masyarakat tidak memperhatikan individu-individu yang berada di dalamnya, maka akibatnya akan ditanggung bersama. Bukan hanya penumpang yang melubangi kapal saja yang akan tenggelam, tapi penumpang yang tidak melubanginya pun akan ikut tenggelam, jika teguran dan pertolongan tidak diberikan.

Dalam hadits riwayat Baihaqi juga ada keterangan, “Allah akan melenyapkan harta yang diperoleh secara haram dengan banjir dan tanah longsor.”

Seperti sama-sama kita ketahui, banjir dan tanah longsor tidak pilih bulu. Banjir akan mampir di rumah orang-orang yang memperoleh hartanya dengan cara haram dan juga mampir di rumah mereka yang memperoleh harta dengan halal.

Sehingga teguran, nasehat seseorang pada orang lain, pada hakekatnya untuk kepentingan diri orang yang menegur dan yang ditegur. Pertolongan seseorang kepada orang lain, pada hakekatnya untuk kepentingan bersama, baik yang menolong, yang ditolong dan orang-orang lain yang tidak terlibat dalam tolong menolong itu.

Mungkin inilah hikmah dari hadits Rasulullah yang melarang seorang pria berduaan dengan seorang wanita, kecuali wanita itu ditemani mahramnya. Mereka tidak boleh berduaan, harus ada orang ketiga yaitu mahram dari pihak wanita itu. Sehingga perbuatan maksiat dapat dihindari baik dengan ketakwaan dua pasang manusia ini, maupun teguran dari orang ketiga, jika perbuatan maksiat menunjukkan gelagat akan muncul.

Mungkin ini pula hikmah hadits Rasulullah yang memerintahkan kita untuk mengangkat seorang pemimpin di saat akan bepergian. Karena seorang pemimpin berwenang untuk memerintah dan melarang. Seorang pemimpin yang baik akan memerintah yang baik dan melarang yang tidak baik.

Perbuatan maksiat atau menyimpang terjadi karena dua hal. Karena keinginan pelakunya dan ada kesempatan untuk melakukannya. Bila seseorang memiliki keinginan untuk melakukan maksiat, namun tidak ada kesempatan, maka perbuatan itu tidak akan terjadi. Begitu pula sebaliknya. Kepedulian masyarakat pada individu-individu pada hakekatnya memperkecil kesempatan terjadinya perbuatan maksiat serta menghilangkan keinginan seseorang untuk bermaksiat.

Bila sikap masyarakat (baik secara kolektif maupun sendiri-sendiri) peduli pada individu-individu, Insya Allah pelanggaran hukum tidak akan terjadi. Baik karena ditegur, dinasehati maupun karena ditolong kesulitan yang dihadapinya.
***
Pilar ketiga adalah sistem, peraturan atau perundang-undangan. Fungsi dari sistem, peraturan atau perundang-undangan adalah membuat jera pelaku kejahatan dan pelaku kriminal.

Dalam Islam, semua perbuatan yang diharamkan didampingi oleh aturan sanksi hukumnya. Mencuri didampingi sanksi hukum potong tangan. Berzina ditemani sanksi hukum cambuk dan rajam. Meminum minuman keras didampingi hukum cambuk. Murtad ditemani hukuman mati dan pembunuhan didamping hukuman qishash (hukuman mati).

Semua sanksi hukum ini bertujuan untuk mencegah terulangnya perbuatan menyimpang. Allah berfirman, “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah (2):179)

Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam hukuman qishash (hukuman mati) bagi seorang pembunuh terdapat kehidupan. Maksudnya adalah bila hukuman qishash diterapkan, maka akan mencegah terjadinya lagi kasus pembunuhan.

Karena ingat sanksi hukuman Qishash, seorang yang akan  membunuh, tidak jadi melakukannya. Itulah pengertian dalam hukuman Qishash terdapat kehidupan. Calon korban pembunuhan tidak jadi dibunuh dan dia tetap hidup. Demikian pula calon pembunuh, tidak jadi dikenakan hukuman qishash, karena dia tidak jadi membunuh.

Jadi pelaksanaan sanksi hukuman itu untuk melihat kepentingan masa depan. Salah, bila ada orang yang mengatakan bahwa hukuman mati itu  tidak manusiawi, melanggar HAM. Justru pelaksanaan hukuman mati itu manusiawi. Karena hukuman mati bagi pelanggar hukum untuk melindungi masyarakat, bangsa dan generasi selanjutnya.

Bila saat ini ada grasi terhadap gembong narkoba, itulah sebenarnya yang tidak manusiawi. Karena grasi terhadap seorang gembong narkoba, itu sama saja dengan tidak mempedulikan nasib masyarakat, bangsa dan generasi-generasi selanjutnya.

Pemberian grasi itu sama saja merusak tatanan masyarakat. Para pengguna narkotika, para pengedar dan gembong narkoba akan merasa lindungi oleh penguasa.

Aparat hukum yang sudah susah payah menangkap gembong narkoba merasa tidak dihargai hasil kerjanya. Karena hasil kerjanya dianggapnya sia-sia. Bagaimana jadinya, bila para aparat hukum sudah tidak peduli lagi dengan peredaran narkoba? Bila ini dibiarkan, maka akan semakin banyak para pengguna narkoba. Akan semakin banyak para penggemar narkoba. Bila ini terjadi, jumlah orang yang tidak mengonsumsi narkoba dapat dihitung dengan jari dan mereka dianggap aneh. Na’udzubillah min dzalik.

Akhirnya bisa jadi UU yang semulanya melarang narkoba akan berubah menjadi UU yang memperbolehkan beredarnya narkoba. Persis seperti AS di tahun 1933. Di tahun itu, AS menghapus UU pelarangan minuman keras. Pada saat itu pula, AS menerbitkan UU yang membolehkan minuman keras diperjual belikan secara leluasa. Itukah yang diinginkan kita? Na’udzubillah min dzalik.


TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar