Senin, 10 Februari 2014

NAH ITU PAK! SAYA SETUJU ITU

“Ow!” teriak Amar
Shinta sang pemukul hanya senyum-senyum saja. Sambil menggoyang-goyangkan gulungan kertas, dia berkata, “Denger gak penjelasan pak Uki tadi?”
“Yang mana?”
“Doa orang yang didzalimi itu dikabulkan, begitu khan?”
“Iya itu yang dijelaskan pak Uki tadi,” Amar belum sadar arah pembicaraan Shinta.
“Nah, mo dikabulkan doanya gak?” tanya Shinta sambil mukul kepala Amar dan langsung mengambil langkah seribu
“Ow!”
Amar segera mengejar Shinta. Dua seragam abu-abu bekejaran. Rok panjang yang dikenakan Shinta menghalanginya berlari kencang. Tapi hal ini membuatnya semakin berusaha berlari sekencang-kencangnya.
“Eh…eh…,” teriak pak Uki kaget hampir tertabrak Shinta.
“Hah..hah..ma..ma..af pak!” Shinta terengah-engah
Tak lama kemudian Amar datang
“Ada apa ini?” tanya pak Uki sambil senyum
“Ini pak! Amar mengejar-ngejar saya,” adu Shinta
“Ini Shinta pak! Mukul-mukul saya,” Amar tidak mau kalah
“Khan kata bapak tadi, doa orang dzalimi akan dikabulkan doanya, maka saya mukul Amar, biar dia merasa terdzalimi dan doanya dapat dikabulkan,” jelas Shinta sambil senyum-senyum pura-pura tidak bersalah
“Oooo….begitu ceritanya,” pak Uki tersenyum
“Sekarang masih waktu istirahat khan? Yuk masuk!” pak Uki mengajak Amar dan Shinta masuk ke ruangan guru
Amar dan Shinta saling berpandangan. “Kamu sih..,” Amar menyesalkan tindakan Shinta
“Biarin, kita khan biasa bercanda,”
Di ruang guru itu, Amar dan Shinta dibawa ke pojok ruangan menuju meja khusus yang memang disediakan untuk pak Uki.
Pak Uki memperhatikan sikap Amar dan Shinta yang selalu menunduk. Beliau tersenyum, “Kalian tidak perlu takut, saya tidak akan menghukum kalian kok. Saya cuma mau membahas dalil tadi. Dalil yang menyatakan takutlah kalian pada doa orang yang didzalimi. Karena diantara dirinya dan Allah tidak ada penghalang.”
“Memang demikian,” jelas pak Uki
“Berarti saya harus takut pada Amar yang telah didzalimi donk pak?” tanya Shinta
Senyum kembali mengembang di wajah pak Uki, “Kamu khan bercanda dan Amar tidak merasa didzalimi, ya khan Mar?”
“Iya pak, saya juga tahu Shinta bercanda. Dia memang biasa begitu,”
“Wee…” Shinta menjulurkan lidahnya
“Kalian tahu gak kapan lagi doa-doa kita makbul, dikabulkan oleh Allah.”
“Kata mama waktu tahajud pak,” jawab Shinta
“Ya benar, sepertiga malam terakhir,” pak Uki membenarkan
“Waktu itu, bapak juga bilang insya Allah berdoa antara adzan dan iqamat akan dikabulkan oleh Allah,” Amar menyusul
“Terus kapan lagi?”
“Oh iya, waktu kita sedang berpuasa,”
“Kamu benar Shinta!”
“Terus..?”
Amar dan Shinta hanya diam. Sekarang apa yang kalian mohonkan kepada Allah, di saat waktu-waktu makbul itu?”
“Kalo saya, minta pada Allah agar gaji bapak saya dapat naik,” jelas Shinta
“Emangnya kenapa Shin?”
“Biar uang jajan Shinta nambah pak,”
“Kalo nambah mau beli apaan?”
“Bapak mau tahu aja,”
“Kalo kamu Mar, minta apa di waktu makbul itu?”
“Saya minta punya adik yang gak ngerepotin seperti ini pak,” jawab Amar asal sambil menunjuk pada Shinta
“Wee..” kembali Shinta menjulurkan lidahnya
Pak Uki diam, demikian pula Shinta dan Amar
“Kalau bapak, minta apa pak di waktu makbul?” tanya Shinta
“Iya pak atau sebaiknya kita minta apa ya pak?” tanya Amar
“Iya itu, doa sapu jagad. Minta kebahagiaan dunia dan akhirat. Khan dah mencakup tuh”
Amar dan Shinta mencoba mencerna ucapan guru agamanya itu.
“Atau…mungkin kita memohon pada Allah agar doa kita selalu dikabulkan,” pak Uki berkata seolah mengusulkan
Mata Shinta langsung berbinar dan mengangkat tangannya sambil mengarahkan telunjuknya ke pak Uki, “Nah itu pak. Saya setuju itu,



TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar