Senin, 17 Februari 2014

BELAJAR MENULIS DARI SINETRON

BELAJAR MENULIS DARI SINETRON


Mungkin ada orang yang berpandangan bahwa mereka yang menonton sinetron adalah kaum ibu-ibu atau emak-emak. Mereka yang menonton sinetron adalah orang-orang yang sentimentil, yang biasa meneteskan air mata. Jadi, bagi pria –baik dewasa atau yang masih remaja- yang suka menonton sinetron bisa dicap seperti emak-emak. Suatu konotasi yang memiliki citra buruk.

Padahal bagi seorang penulis, sinetron bisa dapat dijadikan sarana untuk memahami sebuah tulisan dalam bentuk visual. Dalam sinetron kita dapat melihat adanya konflik. Konflik adalah sesuatu yang harus ada dalam sebuah tulisan fiksi. Dalam sinetron kita juga dapat melihat bagaimana caranya mengembangkan suatu konflik hingga berantai dan membesar. Coba perhatikan! Ketika sedang seru-serunya, iklan datang atau sinetron bersambung. Itulah konflik yang selalu mengundang penonton untuk terus mengikuti serialnya. Begitu pula seharusnya seorang penulis. Dia harus mampu membawa pembaca untuk terus membaca tulisannya hingga akhir. Dalam sinetron kita dapat melihat berbagai macam tokoh dengan berbagai karakternya. Memahami tokoh dan karakternya merupakan sesuatu yang juga diperlukan dalam tulisan fiksi.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengajak pembaca untuk ramai-ramai menonton sinetron. Sebab masih banyak hal yang lebih penting untuk diperhatikan. Tulisan ini hanya dimaksud agar kita mempunyai sudut pandang (paradigma) lain kepada sinetron, bukan hanya sekedar hiburan dan tontonan. Sinetron dapat dijadikan pelajaran atau cermin seorang penulis, terutama penulis fiksi.




TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar