Dalam pepatah bahasa Arab ada ungkapan, “Fahmus Sual Nisful Jawab”
yang artinya “Memahami pertanyaan itu sudah setengah jawaban.”
Anda
seorang guru yang sering mendapat pertanyaan murid-murid? Anda orang
tua dari seorang anak yang sedikit-sedikit bertanya? Anda seorang suami
atau istri yang terkadang ditanya oleh pasangannya? Anda seorang kepala
negara, gubernur yang kerap mendapat pengaduan dan pertanyaan rakyatnya?
Anda seorang bos atau karyawan, pembeli atau penjual atau siapapun
Anda, tidak luput dari pertanyaan-pertanyaan.
Cermati
pertanyaan-pertanyaan itu. Kita yang ditanya dan mereka yang bertanya,
sama-sama manusia. Wajar saja jika timbul pertanyaan dari mereka. Jika
kita berada di posisi mereka, mungkin kita yang akan bertanya. Jadi
hadapi pertanyaan dengan santai, tidak perlu cepat bingung. Hadapi
pertanyaan sebagai sesuatu yang wajar. Kita cuma perlu memahami
pertanyaan yang datang kepada kita.
“Jalanan macet ya mas?” tanya bos kepada seorang karyawan yang datang terlambat
“Kok jam segini sudah pulang nak?” tanya seorang ibu pada anaknya yang pulang lebih cepat dari biasanya
“Kapan terjadinya perang Diponegoro?” tanya seorang guru pada muridnya
Si murid menjawab, “antara 1825-1830, bu.”
“Ooo, berarti terjadinya setelah Maghrib ya?” si guru bertanya lagi
Pertanyaan
yang terakhir ini dimaksudkan untuk bercanda. Jika si murid tidak
memahami pertanyaan itu dan masih menganggap pertanyaan itu serius, maka
dia akan bingung untuk menjawab.
Kaum nabi Musa ketika diperintahkan Allah untuk menyembelih sapi betina, mereka bertanya, “Sapi betina apakah itu?”
Setelah
dijelaskan bahwa sapi betina yang dimaksud adalah sapi betina yang
tidak tua dan juga tidak muda, mereka kembali bertanya, “Apa warnanya?”
Setelah
dijawab bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang
kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya,
mereka kembali bertanya, “Bagaimana hakikat sapi betina itu?”
Kemudian pertanyaan ini pun dijawab oleh nabi Musa as, setelah beliau as mendapat penjelasan dari Allah swt.
Seorang
pengendara motor sedang mendorong motornya. Dia pergi menuju ke sebuah
toko rokok dan bertanya, “Mas, bengkel tambal ban terdekat dimana ya?”
Seseorang
kadang bertanya tidak langsung pada intinya. Pertanyaan si bos kepada
karyawannya di atas, tidak pada intinya. Dia tidak bertanya, “Kenapa
terlambat?” tapi dia bertanya, “Jalanan macet ya mas?”. Karena
pertanyaan itu terkadang tidak langsung pada intinya, tentu perlu
berpikir agak mendalam. Perlu dipikirkan apa maksud dari pertanyaan itu.
Mungkin bos ingin menegur karyawan yang terlambat itu. Mungkin pula si
bos ingin marah pada karyawan itu. Tapi dengan menggunakan pertanyaan
sindiran.
Pertanyaan ibu di atas diajukan dalam bentuk
tidak lengkap. “Kok jam segini sudah pulang nak?”. Si ibu tidak
meneruskan dengan pertanyaan berikutnya, “Memangnya ada apa di sekolah?
Apa ada rapat guru? Atau gurunya gak masuk?”
Pertanyaan, “Kok jam segini sudah pulang nak?” juga perlu dipahami dengan mendalam. Perlu dipahami maksud pertanyaannya.
Sementara
candaan guru pada muridnya dengan pertanyaan, “Ooo, berarti terjadinya
setelah Maghrib ya?” juga perlu dipahami secara runut atau berurutan.
Kenapa
jawaban, “Antara 1825-1830 ditanggapi dengan pertanyaaan “Ooo, berarti
terjadinya setelah Maghrib ya?” Memang waktu shalat Maghrib itu pukul
berapa? Jika sudah sampai di sini, maka si murid akan dapat memahami
candaan gurunya.
Pertanyaan-pertanyaan kaumnya nabi Musa,
sebenarnya pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu diajukan.
Sebab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu akan mempersulit
mereka dalam menjalankan perintah Allah. Ini dapat terlihat dalam ayat
berikutnya yang berbunyi, “hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu.” (QS Al-Baqarah:71)
Jika kita memperolah
pertanyaan-pertanyaan seperti ini, mungkin sebaiknya tidak perlu
dijawab. Karena akan mempersulit orang yang bertanya.
Sedangkan
pertanyaan pengendara motor yang ban motornya bocor, tidak bisa
dipahami sebagai pertanyaan sindiran si bos pada karyawannya yang
terlambat datang ke kantor. Tidak bisa dipahami sebagai pertanyaan si
guru yang bermaksud untuk bercanda. Pertanyaan si pengendara motor
benar-benar ingin tahu dan dia bertanya langsung pada intinya, “Mas,
bengkel tambal ban terdekat dimana ya?”
TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN
FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar