Senin, 10 Februari 2014

SETEGUK AIR ESGE 3

Ada sebuah tradisi yang sudah berjalan dua tahun belakangan ini. Bukan tradisi yang berasal dari daerah-daerah di Indonesia. Tradisi yang dimaksud adalah tradisi yang sudah dijalani oleh FLP Jakarta dalam menyambut kedatangan anggota barunya. Tradisi ini diberi nama Studium General.
            Mereka yang ingin bergabung dengan FLP Jakarta diharapkan hadir dalam acara ini. Di sinilah mereka akan memperoleh materi penulisan versi FLP Jakarta yang pertama kali
            Sudah tiga kali Studium General (SG) diadakan. Punya nilai dan kelebihan masing-masing.
            SG pertama diadakan di daerah Rasuna Sa’id Kuningan, tepatnya di aula PPHUI. Pemateri pada saat itu adalah mas Herry Nurdi, pimpinan redaksi majalah Sabili.
            SG jilid kedua diisi oleh dua orang pemateri; yaitu Kang Arul dan Mas Boim Lebon. Acara ini diadakan di kampus Universitas Negeri Jakarta.
            Sementara itu SG ronde ketiga diadakan di gedung PHI yang terletak di kawasan Cempaka Putih. Acara diramaikan oleh dua pembicara; yaitu Mas Ahmad Fuadi dan Mas Tasaro GK serta bedah buku oleh Sari Rahmayati.
            Hanya SG jilid kedua saja yang tidak penuh saya hadiri. Karena pada saat itu lebih banyak tugas wara wirinya. Walhasil tidak banyak ‘oleh-oleh’ yang diperoleh dari acara itu. Saya tidak tahu apa yang disampaikan kang Arul dan Mas Boim Lebon di saat itu. Teman-teman angkatan 14 mungkin dapat menceritakannya pada saya?
            Masih jelas dalam ingatan, apa saja yang disampaikan mas Herry Nurdi di acara SG yang pertama. Beliau memotivasi para peserta yang hadir untuk gemar membaca.
            “Kalau ingin menjadi penulis, yah harus gemar membaca. Membaca itu diibaratkan seperti seseorang yang menuangkan air ke dalam gelas. Bila gelas telah penuh dengan air, maka air akan tumpah dan luber.
Membaca akan mengisi kepala (baca; otak) dengan berbagai informasi. Bila otak telah penuh dengan berbagai informasi, tentu akan mudah untuk berbagi. Karena ‘air’ yang masuk ke dalam otak telah meluber. Penyaluran ‘air’ yang meluber itu salah satunya melalui tulisan.”
Mas Herry Nurdi menjelaskan bahwa dirinya dalam sebulan membaca 30 buah buku, paling sedikit membaca 15 buku. Begitu kisahnya.
Lain ladang, lain belalang. Lain orang, lain ilmunya dan lain pula cara penyampaiannya. Itulah yang terjadi di SG ronde ketiga. Setidaknya itu yang saya simpulkan setelah mendengarkan uraian mas Tasaro GK.
Mas Tasaro mencoba menggambarkan bahwa menulis itu tidak sulit. Bahkan bisa dikatakan teramat mudah. Beliau memilih sebuah kata untuk nama seseorang. Katakan saja namanya “Meringis”.
“Teman-teman sekalian, sekarang coba bayangkan lima orang terdekat kalian. Bisa ayah, ibu, kakak, adik, teman dan seterusnya.”
Mas Tasaro memberi waktu pada peserta untuk mengingat-ingat siapa saja yang termasuk kategori orang-orang terdekat mereka.
Setelah dirasa cukup, barulah Mas Tasaro memanggil salah seorang peserta. Sebut saja namanya Ita. Ita diminta untuk menuliskan apa yang diminta mas Tasaro.
“Meringis adalah nama orang. Dia mempunyai cirri-ciri sebagai berikut. Rambut Meringis itu sama dengan rambut teman kamu yang nomer lima, coba tuliskan!”
Ita pun menuliskan kata ‘Ikal’
“Meringis itu memiliki pekerjaan seperti teman kamu nomer tiga, coba tuliskan!”
Ita pun menuliskan kata ‘wirausaha’
“Meringis itu memiliki hobi seperti temanmu nomer satu, coba tuliskan.”
Ita pun menuliskan kata ‘membaca’
“Meringis itu memiliki kebiasaan buruk seperti temanmu nomer empat, tuliskan!”
Ita pun menulis kata ‘Ngupil’
Pertanyaan yang kelima, saya tidak ingat. Taro lah, mas Tasaro berkata, “Meringis itu memiliki warna favoritnya seperti temanmu nomer dua, tuliskan!”
Ita pun menulis kata ‘Hijau’
Lima kategori atau ciri-ciri dari orang yang bernama Meringis sudah ada. Kemudian orang kedua diminta maju. Masih dengan pertanyaan yang sama, karena orang yang ditanya berbeda, maka jawabannya pun berbeda.
Setelah usai tanya jawab seperti di atas, muncul kesimpulan yang berbeda. Kalau Meringis di atas memiliki ciri rambut ikal. Kali ini rambutnya lurus. Demikian pula dengan ciri-ciri lainnya.
Satu cara sederhana untuk tokoh sebuah cerita telah dijelaskan.
Mas Tasaro juga menjelaskan bahwa apapun tema yang akan ditulis, tema itu sudah ada sebelumnya. Cerita tentang sihir dan penyihir misalnya, pernah ditulis. Kisah mengenai drakula juga demikian.
Lalu apa yang membuat buku Harry Potter begitu laku di pasaran. Padahal cerita tentang sihir telah banyak ditulis orang?
Mengapa buku Twilight dapat menjadi booming, bahkan sampai diangkat ke layar lebar?
Jawabannya adalah walau tema sama, tapi dapat diangkat sisi lain yang belum pernah diangkat. Cerita tentang sihir, media sihir, cara orang menyihir dan seterusnya, sudah banyak ditulis orang. Tapi, bagaimana naik sapu terbang. Bagaimana mengucapkan mantera sihir, belum pernah dibahas. Oleh karenaya JK Rowling menulis dengan tema sihir, hanya dibahas dari sisi sekolah sihir.
Demikian pula kondisinya dengan buku Twilight. Stepenie Meyer mengangkat tema Dracula dari sisi yang berbeda. Dracula di buku ini diceritakan seorang vegetarian, tidak seperti biasanya.
Satu lagi tips yang nampaknya tidak bisa diabaikan oleh siapa saja yang ingin menjadi penulis.
Tips lainnya yang disajikan oleh mas Tasaro adalah peserta diminta untuk menulis jawaban dari 3 pertanyaan yang diajukannya.
  1. Tuliskan satu hal aneh menurut kalian
  2. Ceritakan sebuah peristiwa aneh menurut kalian
  3. Tuliskan sebuah tema aneh yang belum dituliskan orang lain.

  4. TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar