Buah jarak mampu mengantikan peran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang saat ini harganya kian melambung dan ketersediaannya di perut bumi mulai menipis. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Robert Manurung, bekerja sama dengan Mitsubishi Research Institute, Jepang, yang saat ini konsen menciptakan bahan bakar alternatif dengan tingkat emisi rendah sesuai dengan kesepakatan Protokol Kyoto untuk menurunkan emisi buangan BBM.
Kelebihan minyak jarak sebagai penggerak mesin sebenarnya bukan merupakan hal baru. Jepang pada saat Perang Dunia II sudah menggunakan minyak ini sebagai bahan bakar pesawat tempur dan peralatan perang lainnya. Begitu pula dengan masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) yang zaman dahulu sering memanfaatkan minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah. (BEI NEWS Edisi 28 Tahun V, November-Desember 2005/http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan)
Sejak terjadinya krisis energi pada 1973, masalah energi menjadi topik utama dunia. Negara-negara maju mulai berlomba-lomba mencari terobosan baru dalam menghasilkan energi alternatif yang jauh lebih murah ketimbang minyak dan gas. “Salah satu energi alternatif tadi, biogas. Energi ini punya masa depan yang cerah. Kita punya banyak bahan baku energi itu,” ungkap Daru Mulyono dari Direktorat Teknologi Budi Daya Pertanian, BPPT. Sayangnya, pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas ini kalah ngetop ketimbang pupuk tanaman dari kotoran itu.
Di segmen "Hanya Di Indonesia" yang merupakan bagian dari acara berita Nuansa Pagi RCTI, dijelaskan bahwa kotoran sapi dapat dijadikan bahan bakar energi alternatif, tepatnya menjadi bahan bakan biogas metan. Bu Fatimah yang biasa mengolah kotoran sapi itu menjelaskannya. Pertama-pertama yang dilakukannya adalah mencampur kotoran sapi itu dengan air. Selanjutnya diolah dengan sistem mikrobiologi. Selanjutnya secara ringkas dijelaskan bahwa biogas hasil mikrobiologi itu dialirkan kepada sebuah kantong plastik, selang atau paralon.
Saat ini dunia telah mengalami krisis energi. Itulah yang biasa kita dengar. Negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC, juga mengalami krisis ini.
Dampak dari krisis ini adalah harga minyak tanah, bensin dan gas menjadi mahal. Di Indonesia misalnya. Beberapa waktu yang lalu harga BBM mengalami kenaikan. Banyak elemen masyarakat, termasuk para mahasiswa yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi menuntut penurunan harga BBM.
Namun melihat kondisi yang ada, upaya ini tidak berhasil Harga BBM tidak juga turun. Bahkan bukan itu saja, belakangan ini harga gas ikut naik.
Tapi sebenarnya masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan kondisi krisis energi ini. Namun semuanya harus ada political will dari pemerintah. Jalan sudah ada tinggal peran pemerintah di sini.
Buah jarak telah terbukti mampu menggantikan peran solar, bahan bakar pesawat dan minyak tanah. Tinggal pemerintah memerintahkan masyarakat untuk melakukan "gerakan penanaman sejuta pohon jarak".
Kotoran ternak –seperti kotoran sapi- sudah terbukti dapat menjadi bahan bakar alternatif, yaitu dapat menjadi bahan bakar biogas metan. Dalam segmen "Hanya di Indonesia" yang ditayangkan RCTI, diperlihatkan bahwa dengan bahan bakar biogas metan, kita dapat memasak dengan api kualitas yang prima. Sekarang tinggal pemerintah saja yang memerintahkan masyarakat untuk bersama-sama beternak.
Para nelayan yang tidak dapat melaut, karena gelombang laut sedang tinggi, dapat menjalani peran sebagai peternak. Mereka perlu diberi penyuluhan bagaimana caranya memproduksi biogas metan yang bahan bakunya kotoran sapi.
Para petani yang sedang morat marit. Apakah karena harga pupuk yang selalu tinggi, sementara itu harga padi senantiasa rendah, dapat membanting stir atau menjalani pekerjaan sampingan sebagai peternak.
Dari sini saja, menggerakkan progam gerakan penanaman sejuta pohon jarak dan program gerakan penangkaran sapi yang –tidak hanya diarahkan ke produksi susu atau produksi daging- tapi juga pemanfaatan kotoran ternak untuk kepentingan produksi biogas metan, dapat menyedot atau bahkan mungkin dapat mensejahterakan petani dan nelayan.
Jika penghasilan petani dan nelayan meningkat, mungkin perpindahan penduduk desa ke kota alias urbanisasi dapat ditekan semaksimal mungkin.
Mengapa program ini lebih diarahkan ke pedesaan? Karena orang-orang pedesaan sudah terbiasa dengan kehidupan bergaya petanian, nelayan dan peternak. Di samping itu yang paling penting, lahan untuk penanaman pohon jarak dan lahan untuk peternakan lebih luas ketimbang daerah perkotaan. Lahan di perkotaan sudah amat terbatas, bagaimana tidak? Lahan untuk daerah resapan air saja sudah kurang, bagaimana mungkin bila lahan kosong yang tersisa digunakan untuk penanaman pohon jarak atau untuk areal peternakan?
Program penanaman sejuta pohon jarak serta program penggalakan peternakan berorientasi biogas metan, merupakan program yang menjanjikan dari sisi ekonomis. Bukan saja untuk pasar perkotaan, namun nampaknya juga untuk pasar dunia.
Pembicaraan permasalahan ini sudah diketahui sejak lama, tapi mengapa tidak ada action, tidak ada political will dari pemerintah? Rakyat nampaknya amat membutuhkan. Ingatlah sabda Rasulullah, "Tidaklah seorang hamba yang diberi kekuasaan untuk memimpin rakyat, namun dia tidak menjaga atau melindungi rakyatnya (walau hanya) dengan nasihatnya, kecuali dia tidak mencium harumnya wangi surga." (Shahih Bukhari, Kitabul Ahkam)
Namun, setelah berbincang-bincang dengan beberapa orang teman, ternyata program penanaman pohon jarak merupakan program yang sudah pernah dilakukan. Program ini merupakan program gagal. Mengapa? Karena lahan di Indonesia sudah terbatas. Jadi, bila lahan yang sudah terbatas ini diarahkan pada program penanaman pohon jarak, maka rakyat Indonesia akan makan apa?
Asumsi saya bahwa di daerah pedesaan masih banyak lahan yang dapat dimanfaatkan, bila dibandingkan dengan lahan yang ada diperkotaan. Sebab di desa, gedung-gedung dan jalan raya tidak sebanyak di perkotaan. Namun ternyata lahan-lahan itu sudah dimanfaatkan. Teman saya mengatakan bahwa ada istilah hutan lindung, hutan rakyat dan ada pula persawahan.
Dulu ayah saya bercerita bahwa pemerintah Jepang pernah memerintahkan rakyat Indonesia untuk menanam pohon jarak. Mungkin pada saat itu, lahan yang kosong masih banyak dan dapat dijadikan lahan untuk tanaman jarak. Bisa pula, rakyat Indonesia dipaksa untuk menanam pohon jarak, dengan konsekwensi lahan pertaniannya harus dikorbankan. Berdasarkan data inilah, saya berkesimpulan bahwa program penanaman pohon jarak masih dimungkinkan, selain asumsi di atas.
Perlu diketahui, sudah ada usaha untuk program penanaman pohon jarak masih diusahakan di beberapa daerah.
Mengapa saya mengatakan bahwa tulisan di atas ini merupakan tulisan yang gagal? Karena data yang saya miliki belum lengkap! Data lama tidak dapat digunakan lagi, bila sudah tidak sesuai dengan fakta. Jika ada sebuah data, kita harus memeriksanya apakah sesuai dengan fakta atau tidak?
TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN
FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar