Rabu, 09 November 2011

Perempuan yang Mempunyai Rasa Malu

(32) Perempuan yang Mempunyai Rasa Malu
Pada suatu malam, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab pernah berjalan kaki di kota Madinah, tiba-tiba dia mendengar seorang perempuan membaca sebuah syair,
Sejak Amar ke luar rumah, betapa jiwaku ingin menikmati kelezatan, tapi keinginanku tak bisa terwujud.
‘Umar mengetahui tempat perempuan tersebut, lalu dia mengirim delegasi untuk menemuinya dan menanyakan, “Apa yang menghalangimu?”
Perempuan itu berkata, “Rasa malu dan menghargai kehormatanku.”
Dari informasi yang didapat dari delegasi itu, Umar mengetahui bahwa suami perempuan tersebut sudah lama tidak datang, bersama para tentara di medang peperangan.
Umar berkata, “Rasa malu itu menunjukkan terhadap kesenangan yang beraneka ragam. Barangsiapa yang mempunyai rasa malu, maka dia tidak akan menampakkan diri; barangsiapa yang yang tidak menampakkan diri, berarti dia bertakwa, dan barangsiapa yang bertakwa maka dia akan suci dari hal-hal yang dilarang.”
Umar r.a. bertanya kepada putrinya, Ummul Mukminin Hafshah r.a., tentang tempo maksimal seorang perempuan sabar menunggu suaminya pulang. Hafshah menjelaskan bahwa batas kesabaran perempuan menunggu suaminya pulang dari bepergian selama empat bulan, sesuai dengan lama iddah perempuan yang suaminya meninggal. Setelah itu, Umar memerintahkan kepada umat Islam agar seorang laki-laki tidak meninggalkan keluarganya lebih dari 40 hari.
Kemudian Umar menulis surat kepada teman suami perempuan tersebut untuk menyampaikan hal itu, tak lama kemudian suami perempuan tersebut pulang ke rumahnya, menemui istrinya.[1]


[1]Ibnu Abi ad-Dunya, “Makârimu al-Akhlâq.”
Sumber; 100 Qishshah min Dzakâi ash-Shahâbiyyât, Manshur Abd. Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar