Rabu, 09 November 2011

Kisah kecerdIkan Ummul MuKminin, Khadijah r.a

,
Kisah kecerdIkan Ummul MuKminin, Khadijah r.a.,
(1)    Sikap Khadijah Ketika Wahyu Pertama Turun
(2)    Kecerdikan Khadijah Saat Mengenal Wahyu

Khadijah adalah seorang istri yang sempurna, cerdik, dan mempunyai kepandaian yang dapat diteladani. Dia merupakan perempuan yang paling pandai di dunia. Hal ini diakui oleh para ulama’. Menurut mereka, perempuan yang paling pandai di dunia, ada empat orang: Khadijah binti Khuwailid, Asiah binti Muzahim istri Fir’aun, Istri Nabi Musa a.s., dan Ratu Saba’.
Khadijah a.s. adalah orang pertama yang beriman terhadap risalah Nabi Muhammad SAW. Sejarah manusia mencatat bahwa Khadijah adalah orang yang sempurna. Khadijah adalah istri yang paling sempurna dibanding istri Rasulullah SAW yang lain. Dia menikah dengan Rasulullah pada usianya yang ke-40, sementara beliau masih berusia 25 tahun. Dia anak dari pasangan Khuwailid bin Asad bin Abdul Izza bin Qusha al-Qursyi dengan Fathimah binti Zaidah bin Jundub bin Rawahah bin Hajar al-Qursyi.
Khadijah dikenal sebagai perempuan yang mempunyai karakter dermawan, suka menyantuni keluarga dan tetangganya. Dia mempunyai akal cerdas yang jarang dimiliki oleh orang lain. Dia ikut memikul beban dakwah bersama Rasulullah SAW hingga ajal menjemputnya. Dia adalah sebaik-baik menteri, penolong, dan penasihat.
Berikut ini di antara sikap Khadijah yang mengindikasikan bahwa dia benar-benar cerdik, sejak wahyu turun pertama kali kepada suaminya, Rasulullah SAW.



(1) Sikap Khadijah Ketika Wahyu Pertama Turun
Rasulullah SAW pernah mendatangi Khadijah dengan tergesa-gesa dan dalam keadaan menggigil, setelah didatangi Jibril di gua Hira’, membawa wahyu kepada beliau, seraya Jibril berkata kepada beliau, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS. al-’Alaq: 1)
Khadijah mendekap beliau untuk menenangkannya, sembari dia menyelimutinya, setelah beliau bersabda kepada Khadijah, “Selimuti aku, selimuti aku.”
Setelah keadaan kembali normal, beliau sudah tidak gelisah lagi, dan telah menceritakan kepada Khadijah apa yang beliau lihat dan beliau dengar di Gua Hira’ seraya berkata kepada Khadijah, “Aku benar-benar mengkhawatirkan diriku.” Khadijah berkata kepada beliau dengan reflek —di mana hal ini sekaligus membuktikan bahwa beliau benar-benar cerdik,— “Tidak. Demi Allah, Allah tidak akan pernah membuat engkau hina. Karena engkau menjalin silaturahmi, memikul beban, memenuhi kebutuhan orang fakir, jujur dalam  berbicara, menyediakan hidangan kepada orang yang datang bertamu, selalu membantu untuk perbuatan yang hak. Demi Allah, Allah tidak akan pernah membuat engkau hina, selama-lamanya.”
Jawaban Khadijah yang bisa membuat dada Rasulullah menjadi tenteram, sebagai bukti bahwa Khadijah mempunyai pemahaman yang pandai dan peka terhadap apa yang menimpa Rasulullah SAW. Setelah itu, Khadijah membawa Rasulullah menemui sepupunya, Waraqah bin Nufail, yang kemudian menguatkan kebenaran pemahaman Khadijah, ketika mendengar dari Rasulullah SAW, tentang peristiwa yang baru saja terjadi, serta dialog yang berlangsung antara beliau dengan Jibril a.s. Seketika Waraqah bin Nufail berteriak histris, karena bahagia, “Hebat… hebat… Dia adalah malaikat Jibril yang pernah datang kepada Nabi Musa. Mudah-mudahan saya masih hidup, di saat kaummu mengusirmu!”
Beliau berkata kepada Waraqah, “Benarkah, mereka akan mengusirku?”
Waraqah berkata, “Ia. Setiap nabi yang datang dengan membawa wahyu seperti apa yang kamu bawa, pasti akan disiksa. Jika saya masih hidup di masamu nanti, niscaya saya akan membantu sepenuhnya untuk membelamu.”
Khadijah adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan.

(2) Kecerdikan Khadijah Saat Mengenal Wahyu
Salah satu bukti yang jelas tentang kecerdikan Ummul Mukminin, Khadijah r.a., setelah turunnya wahyu, diangkatnya Nabi Mumammad menjadi rasul, dan turunnya al-Qur’an secara kontinyu kepada beliau melalui pembawa wahyu, Jibril a.s. Khadijah hendak memastikan apakah orang yang mendatangi suaminya, benar-benar malaikat yang turun dari langit, dan bukan setan. Khadijah berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai sepupuku, bolehkah engkau memberitahukan kepada saya, jika temanmu datang mengunjungimu?”
Ketika Jibril datang kepada Rasulullah di rumah Khadijah, beliau bisa melihatnya dengan jelas, akan tetapi orang lain yang ada di sana tidak mampu melihatnya, beliau bersabda, “Wahai Khadijah, ini ada Jibril.”
Khadijah berkata kepada Rasulullah SAW, “Duduklah di kedua pahaku.”
Beliau melakukan permintaan Khadijah. Kemudian Khadijah bertanya kepada beliau, “Apakah engkau bisa melihatnya?”
Beliau bersabda, “Ya.”
Khadijah berkata, “Pindahlah ke paha sebelah kiri.”
Nabi menuruti permintaannya. Dia berkata kepada Rasul, “Apakah engkau bisa melihatnya?”
Nabi bersabda, “Ya.”
Khadijah melempar jilbabnya, lalu mengikatnya di dadanya.
Khadijah bertanya kepada Nabi, “Apakah engkau bisa melihatnya?”
Nabi bersabda, “Tidak.”
Khadijah berkata kepada Nabi. “Demi Allah, dia benar-benar malaikat; bukan setan.”
Bukti di atas merupakan bukti paling kuat yang menunjukkan kecerdikan dan kekuatan iman Khadijah.
Khadijah merupakan istri yang paling dicintai oleh Rasullah di antara istri-istri Nabi yang lain, meskipun dia sudah wafat. Rasululah tidak keluar dari rumahnya, setelah Khadijah wafat, kecuali beliau menyebutkan kebaikan Khadijah, hingga Ummul Mukminin Aisyah r.a., cemburu terhadap Khadijah. Bahkan, pada suatu saat kecemburuan ‘Aisyah memuncak. Aisyah berkata kepada Nabi SAW, “Dia (Khadijah) tidak lain kecuali seorang perempuan yang tua renta. Allah telah memberikan engkau ganti dengan wanita yang lebih baik.”
Mendengar ucapan ‘Aisyah, kontan beliau marah, seraya berkata kepada ‘Aisyah, “Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti kepadaku, istri yang lebih baik daripada Khadijah; dia beriman kepadaku di saat orang lain kafir; dia mempercayaiku di saat orang lain menganggapku dusta, dia mendarmakan semua hartanya kepadaku, di saat orang-orang kikir. Allah mengaruniakanku anak dari rahimnya, sementara aku tidak mendapatkan anak dari istri-istriku yang lain.”
‘Aisyah terdiam, seraya berbicara kepada dirinya sendiri, “Saya tidak akan pernah menjelek-jelekkannya lagi.”
Sumber; 100 Qishshah min Dzakâi ash-Shahâbiyyât, Manshur Abd. Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar