Minggu, 09 Februari 2014

MASIH ADAKAH "ABDURRAHMAN BIN AUF"?

“Sore Ayah,” Saski menyapa
            “Wah..putri Ayah sudah cantik. Sudah mandi,”
            Saski langsung menghampiri Ayahnya yang sedang duduk-duduk santai di sore hari. Dia duduk di tangan kursi Ayahnya.
             Sambil membalik-balik halaman koran, Pak Jazuli bertanya pada Saski, “Gimana sekolahmu nak?”
            “Hasil ulangan Matematika Saski dapat delapan Yah,”
            “Ada hasil ulangan yang perlu ditanda tangan Ayah gak?” tanya Pak Jazuli dengan senyum menggoda putrinya.
            Karena hasil ulangan yang perlu ditanda tangani orang tua adalah hasil ulangan yang memiliki nilai di bawah angka enam.
            “Gak donk Yah. Khan hasil ulangan Saski rata-rata di atas tujuh,”
            Pak Jazuli menjumput telinga cangkir kopi susu, menyeruputnya dan meletakkannya kembali.
            “Iya, Ayah percaya kamu anak yang pandai,” Pak Jazuli membelai-belai rambut putrinya.
            “Eh Ayah, kasian deh Yah,”
            “Siapa yang kamu maksud kasihan nak?” Bu Muslihah yang sejak tadi hanya senyum-senyum saja mulai angkat bicara
            Karena yang menanggapi Ibunya, maka Saski langsung menghampiri ibunya. Kini dia duduk di tangan kursi Ibunya, “Itu teman Saski. Utari namanya. Kasian deh Bu. Dia belum bayar uang sekolah,”
            “Dah gitu, teman-teman mengolok-oloknya,” Saski melanjutkan ceritanya
            “Memangnya Ayah Utari kerja apa?” Bu Muslihah bertanya
            “Katanya sih Bu, Ayah Utari pengangguran,”
            “Nah itu dia masalahnya. Ayah Utari pemalas! “ Pak Jazuli memberikan penilaian sepihak
            “Uts...jangan begitu Pak. Gak baik nilai orang, kalo kita ndak tahu secara pasti,”
            “Kalo bukan pemalas, apalagi Bu?”
            “Barangkali dia mau bekerja Pak, cuma tidak ada lowongan pekerjaan.”
            “Saski ingin deh bantu Utari, Yah,” pinta Saski pada Ayahnya
            “Ya bu?” tanya Saski minta dukungan Ibunya
            Bu Muslihah mencoba mencerna permintaan putrinya ini. Seperti baru dapat ide, dia langsung berkata, “Iya Pak. Benar kata Saski. Kita bisa bantu Ayahnya Utari,”
            “Nggak. Ayah gak setuju. Kalo kita bantu dia, dia akan semakin bertambah malas,”

            Sudah dua hari berlalu, sejak pembicaraan itu.
            Sore itu seperti biasanya, Saski, Pak Jazuli dan Bu Muslihah berkumpul di ruang tamu. Menikmati secangkir teh, kopi susu dan beberapa potong roti.
            “Gimana kabar Utari nak?” tanya Bu Muslihah
            “Hari ini, Utari dilarang masuk sekolah sampai dia melunaskan uang sekolahnya,” jelas Saski
            “Tuh Yah, gak kasian sama Utari. Bagaimana kalo anak kita bernasib seperti Utari. Ayah gak kasihan?”
            “Kasihan sih Bu, tapi ini pelajaran buat Ayahnya Utari,” jawab Pak Jazuli
            Bu Muslihah nampaknya tidak mau menyerah begitu saja. Dia tidak bisa menerima begitu saja jawaban suaminya. Nampak keningnya berkerut. Memikirkan bagaimana caranya agar suaminya mau mengulurkan tangan pada Ayah Utari.
            “Yah, Ayah ingat kisah sahabat Rasul Abdurrahman bin Auf?”
            “Iya, Ayah ingat Bu. DIa salah seorang sahabat Rasulullah yang paling kaya,”
            “Trus, bagaimana sikap beliau terhadap hartanya?”
            “Dia membagi hartanya menjadi 3 bagian. Untuk diri dan keluarganya, dalam bentuk piutang dan yang terakhir siap dipinjamkan ke orang lain,” Pak Jazuli begitu hapal penjelasan yang pernah dia dengar dari ustadznya.
            “Nah..ya khan?” Bu Muslimah mencoba menyadarkan
            Mata Pak Jazuli nampak terang, berbinar-binar. Dia seperti baru saja menemukan sesuatu
            “Bapak ingatkan, cerita ibu kemarin?”
            “Ya,”
            “Emangnya Ibu cerita apa ke Bapak?” tanya Saski ingin tahu
            Bu Muslihah menoleh ke Pak Jazuli minta persetujuannya. Pak Jazuli mengangguk
            “Begini Saski, kamu sudah waktunya tahu. Bapak itu dulu pengangguran, orang susah. Tapi datang Pak Rahmat, orang kaya saat itu membantu Bapakmu. Dia memberikan modal pada Bapak. Dan sekarang, Alhamdulillah Bapakmu menjadi orang sukses,” terang Bu Muslihah
            “Alhamdulillah. Terima kasih Allah, Engkau telah memberikan petunjuk padaku,” ujar Pak Jazuli



TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar