Launching buku Lost in Japan karya Sari Rahmayati dan Gelbo diadakan di lantai dua toko buku. Demikian pula Launching novel Nibiru karya Tasaro GK juga digelar di sana.
Sebelumnya keluarga penulis; mb Asma Nadia dan suami serta kedua anaknya juga me-launching buku mereka di bagian dalam toko buku.
Tapi kali ini, bayangan itu jauh dari kenyataan. Acara Launching novel Ranah 3 Warna ‘ditemukan’ di pelataran pintu masuk toko buku.
Ketika sampai di lokasi, nampak orang bersebaran di pelataran. Dominan dipenuhi dengan orang-orang yang mengenakan kaos berwarna hitam. Di bagian depan kaos itu tertulis ‘Ranah 3 Warna’. Di bagian belakangnya tertulis Magic Word untuk novel ini, Man Shabara Dzafira; siapa yang bersabar akan beruntung.
Komposisi tempat duduk dibuat saling berhadapan. Bukan berbaris ke belakang menghadap panggung. Dan itu pun, masing-masing sisi hanya terdiri dari satu baris saja. Sedangkan di bagian tengahnya dibiarkan kosong.
Acara dibuka dengan penampilan music akustik yang dibawakan entah siapa mereka. Yang jelas mereka bermain dengan bagus. Suara vokalisnya pun ok.
Sebelum uda Ahmad Fuadi naik panggung, acara dimulai dengan pembacaan doa. Pembacaan doa dipimpin oleh salah seorang teman Ahmad Fuadi sewaktu di Gontor.
“Alhamdulillah dengan penuh rasa syukur, saya ucapkan,” penulis Ranah 3 Warna membuka sambutannya
“Terima kasih kepada para hadirin yang telah mau menyempatkan diri hadir di sini. Terima kasih pula kepada para pembaca buku saya. Karena tulisan sebagus apa pun, jika tidak ada yang membaca, dia hanya selembar kertas yang tidak ada artinya.”
“Oh ya, teman-teman sekalian, silahkan bagian tengah yang kosong ini diisi. Silahkan saja kalau teman-teman ingin duduk.”
Ruang kosong yang diapit dua baris kursi itupun diserbu oleh para peserta launching. Tanpa ragu-ragu mereka duduk di lantai.
“Sebelum saya menerangkan sedikit tentang novel Ranah 3 Warna ini, mari sama-sama kita saksikan video berikut ini,”
Di video ditayangkan ketika penulis berada di pesantren, di luar negri dan sebagainya.
Di sela-sela acara, adzan Ashar pun berkumandang. “Ya..kita berhenti sebentar hingga adzan usai,” ujar uda A. Fuadi
“Kalau di buku Negeri 5 Menara bercerita tentang pengalaman saya di SLTA, sewaktu di pesantren. Di novel Ranah 3 Warna, saya menceritakan pengalaman sewaktu kuliah.”
“Antara Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna terdapat benang merahnya. Benang merahnya terdapat di Magic Wordnya. Magic Word untuk Negeri 5 Menara adalah Man Jadda wajada; barangsiapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil.”
“Sedangkan Magic Word untuk Ranah 3 Warna adalah Man Shabara dzafira, siapa saja yang sabar, dia akan beruntung.”
“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil. Kesungguhan dapat diukur. Seorang mahasiswa dapat mengukur kesungguhannya dengan melihat cara belajar sahabatnya. Jika sahabatnya belajar hingga pukul dua belas malam, maka untuk menunjukkan kesungguhan, belajarlah hingga pukul satu pagi.”
“Sekedar ilustrasi; pelari seratus meter dunia, dapat memenangkan pertandingan dengan menghabiskan waktu sembilan detik sepersekian. Sementara pelari nasional dengan jarak yang sama, dia berhasil memenangkan pertandingan dengan waktu sebelas detik sepersekian. Cuma beda dua detik saja. Tingkatkan belajar melebihi rata-rata, insya Allah, Allah akan memberi jalan. Allah itu menyaksikan usaha kita.”
“Sementara itu benang merahnya adalah setiap usaha yang sungguh-sungguh terkadang dapat memperoleh hasil dalam waktu dekat. Namun terkadang pula, harus menghabiskan waktu hingga bertahun-tahun. Di sinilah perlunya kesabaran. Di sinilah perannya magic word kedua. Man Shabara dzafira, siapa saja yang sabar, dia akan beruntung.”
Acara book signing merupakan salah satu acara yang terheboh. Mereka yang ingin meminta tanda tangan, harus berbaris ke belakang. Gerbong barisan peserta tak kalah padatnya dengan gerbong kelas ekonomi kereta api, di hari-hari menjelang hari raya Idul Fitri.
“Mereka yang ingin berfoto, dimohon kamera dipersiapkan dalam kondisi on. Terus siapkan selembar kertas yang berisi nama teman-teman sekalian, supaya proses signing menjadi lebih mudah.” panitia memberi pengarahan
Panitia acara sudah mempersiapkan petugas yang akan membantu mengabadikan peserta dengan penulis.
Ketika saya sampai dihadapan uda A. Fuadi, dia langsung berkata sambil mengulurkan tangannya. Kami pun berjabat tangan dan dia pun berkata, “Sorry ya, minggu kemarin belum bisa launching buku ini.”
Dengan sedikit terkejut melihat sambutan hangat dari A. Fuadi, saya hanya menjawab, “Oo..gak papa,” Novel pun ditanda tangani.
Di belakang saya sudah menanti uni Ria. Dia menyerahkan buku dan secarik kertas bertuliskan Ria Padusi Manih. Uda A. Fuadi menerima dan membaca tulisan itu dan langsung menengadah, “Oo..anak FLP Jakarta yah?”
Uda Fuadi pun langsung meminta kami untuk berfoto bareng (padahal qta yang meminta foto bareng), “Ayo ni foto bareng sama anak-anak FLP.”
TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN
FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar