Rabu, 09 November 2011

Ummu Habibah r.a. Ketika Suaminya Murtad di Habsy

(26) Ummu Habibah r.a. Ketika Suaminya Murtad di Habsy
Ummul Mukminin, Ramlah binti Abu Sufyan, yang mempunyai julukan Ummu Habibah r.a., hijrah bersama suaminya Abdullah bin Jahsyin ke Habsyi, demi menyelamatkan keislaman mereka. Akan tetapi, setibanya di Habsyi suaminya murtad dan kembali memeluk agama Nashrani, agama dia sebelum memeluk Islam di Makkah. Abdullah mencoba untuk membujuk istrinya meninggalkan Islam dan memeluk agama Nashrani, akan tetapi dia bersabar. Ummu Habibah menghadapi kondisi seperti ini dengan sabar, dia tetap berusaha keras dan tetap berpegang teguh terhadap agamanya, Islam, hingga datang kelapangan dan kabar gembira dari Allah kepada Ummu Habibah r.a.
Rasulullah SAW mengetahui peristiwa yang menimpa Ummu Habibah. Ummu Habibah tidak bisa kembali ke Makkah, karena pada saat itu bapak kandungnya sebagai pimpinan orang-orang musyrik yang akan menggerogoti agama Ummu Habibah. Sementara suaminya yang murtad, meninggal dalam keadaan kafir. Setelah itu, Rasulullah mengirim delegasi menemui Ummu Habibah, yang saat itu berada di kawasan Gharbah, menyampaikan maksud baik Rasulullah untuk menyuntingnya sebagai istri. Akad nikah berlangsung di Habsy, oleh raja Habsy an-Najasyi. Ummu Habibah tetap berdomisili di Habsy, hingga orang-orang muslim banyak yang tinggal di sana, setelah dibangun negara Islam. Mereka melanjutkan perjalanan ke Madinah. Para Muhajirin yang lain berdatangan setelah kaum Muslimin memenangkan perang Khaibar. Rasulullah SAW mengadakan hubungan suami istri dengan Ummu Habibah, dan Ummu Habibah masuk ke rumah Nabi. Dengan demikian, dia menjadi terhormat dan menjadi salah seorang Ummul Mukmininl.

(27) Sikap Ummu Habibah Menghadapi Bapaknya, Abu Sufyan, Saat Datang ke Madinah, Sebelum Penaklukan Makkah
 Abu Sufyah datang ke Madinah al-Munawwarah setelah orang-orang Quraisy mencabut perjanjian Khudaibiyah, dan setelah mereka merasa iri hati kepada pimpinan orang-orang muslim dari kalangan Bani Khaza’ah. Ketika Abu Sufyan tiba di Madinah —pada saat itu dia menjadi pimpinan Quraisy—menemui anaknya, Ummul Mukminin Ummu Habibah r.a. Abu Sufyan hendak duduk di tempat tidur Rasulullah SAW, tapi Ummu Habibah mencegahnya. Seketika Abu Sufyan berkata kepada Ummu Habibah, “Hai anakku, saya tidak tahu, apakah kamu lebih menyukai tempat tidur ini, ataukah lebih menyukai saya?”
 “Ini adalah tempat tidur Rasulullah SAW, sementara engkau orang musyrik dan najis,” jawab Ummu Habibah.
 “Demi Allah, setelah saya meninggal, kamu akan ditimpa kejelekan,” kecam Abu Sufyan.
Ummu Habibah berkata, “Allah telah memberikan petunjuk kepada saya untuk memeluk Islam. Dan kamu, wahai bapakku, pimpinan dan pemuka Quraisy, bagaimana kamu bisa masuk Islam sementara kamu menyembah batu yang tidak bisa mendengar dan tidak bisa melihat.
Abu Sufyan berkata, “Hebat! Ini dari kamu lagi, haruskah aku meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyangku, lalu mengikuti agama Muhammad.”
Demikianlah, rasa malu Ummu Habibah kepada bapaknya, tidak menghalanginya untuk mengarahkannya —dia dengan modal kecerdasan, keimanan, dan keberanian yang dimiliki oleh Ummu Habibah— ke jalan yang benar dan memeluk agama Islam. Tidak lama kemudian, Abu Sufyan masuk Islam, tepatnya pada waktu penaklukan Makkah.

(28) Salah Satu Bukti Kecerdikan Ummu Habibah, Ketika Dia Sakit
Ummu Habibah hidup pada masa khilafah saudara kandungnya Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Buku-buku sirah dan sejarah menginformasikan kepada kita bahwa ketika Ummu Habibah sakit, yang kemudian mengantarkan dia pada kematian, dia memanggil ‘Aisyah seraya berkata, “Barangkali di antara kita terdapat hal-hal yang kurang berkenan. Jika benar-benar ada, mudah-mudahan Allah memberikan ampunan-Nya kepada kita.”
‘Aisyah berkata, “Allah akan mengampunimu dari semua itu.”
Ummu Habibah berkata kepada ‘Aisyah, “Kamu telah menggembirakanku, mudah-mudahan Allah akan menggembirakanmu.”
Kemudian dia menulis surat kepada Ummu Salamah r.a. dengan kata-kata yang sama seperti yang disampaikan kepada ‘Aisyah. Ummu Habibah r.a. wafat pada tahun 44 H. 
Sumber; 100 Qishshah min Dzakâi ash-Shahâbiyyât, Manshur Abd. Hakim
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar