(15) Ketaatan Ummul Mukminin, Zainab binti Jahsyin kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW
Taat kepada Allah dan Rasulullah merupakan bagian daripada iman. Hal ini sebagai indikasi kecerdikan dan kecerdasan seseorang. Inilah yang terjadi kepada Ummul Mukminin Zainab binti Jahsyin r.a., ketika Rasulullah meminangnya untuk Zaid bin Haritsah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW sebelum kenabian, yang kemudian pengadopsian anak ini dibatalkan setelah Islam datang. Akan tetapi, ketika beliau meminang Zainab binti Jahsyin untuk Zaid, dia masih menjadi anak angkat Rasulullah SAW. Allah ingin menghapus dan melarang tradisi anak angkat, dimulai dengan pernikahan Zainab binti Jahsyin dengan Zaid bin Haritsah yang diangkat anak oleh Rasulullah SAW menjelang diangkatnya beliau menjadi Nabi. Pada mulanya, Zainab menolak untuk menikah dengan Zaid bin Haritsah, seraya berkata, “Saya tidak akan menikah selama-lamanya, saya adalah nyonya Abd Syams.”
Disebutkan dalam riwayat Ibnu Sa’ad dalam Thabaqahnya, Zainab berkata, “Ya Rasulullah, saya tidak rela menjadi perempuan Quraisy yang janda.”
Saudaranya, Abdullah bin Jahsyid, sependapat dengan Zainab dalam masalah ini. Kemudian turunlah ayat, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzaab: 36)
Kelapangan dada dan kecerdikan Zainab binti Jahsyin dalam aspek keimanan ini, membuat dia memperoleh sesuatu yang lebih agung, ketika Allah menghapus tradisi anak angkat, dengan dipersunting oleh Rasulullah SAW, setelah dicerai oleh Zaid. Ada ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal itu. Pernikahan Zainab dengan Rasulullah SAW atas perintah Allah Azza wajalla. Allah SWT berfirman, “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (QS. al-Ahzab: 37)
Zainab membanggakan hal ini kepada Ummul Mukminin yang lain, seraya berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, sementara saya dinikahkan oleh Allah dari atas tujuh langit.”[1]
(16) Sikap Zainab terhadap Peristiwa Bohong
Peristiwa bohong merupakan peristiwa yang populer dalam buku-buku sirah dan sejarah. Saya telah mengutip sebagian kisah peristiwa tersebut dalam buku ini, ketika saya menceritakan tentang kecerdikan ‘Aisyah r.a., di mana orang-orang munafik menuduh ‘Aisyah bahwa dia melakukan perselingkuhan dan perbuatan mesum dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW, ketika tentara pulang ke Madinah dari sebuah peperangan. Tuduhan tersebut masih saja berlanjut, hingga turun ayat al-Qur’an, surat an-Nur, yang menjelaskan bahwa dia bebas dari tuduhan tersebut. Sementara sahabat Rasulullah dalam menyikapi peristiwa tersebut terbagi menjadi dua kubu, ada yang berpihak kepada orang-orang munafik, dan ada yang menentangnya. Sedangkan Zainab binti Jahsyin, yang saat itu sebagai salah seorang istri Rasulullah SAW sekaligus bagian dari Ummul Mukminin, mempunyai sikap yang luar biasa dalam merespons peristiwa tersebut, yang mengindikasikan bahwa dia adalah perempuan yang cerdik dalam aspek keimanan. Rasulullah bertanya kepada Zainab, tentang persitiwa tersebut, “Ya Zainab, apa yang kamu ketahui?”
Zainab berkata, “Saya melindungi pendengaran dan penglihatan saya, saya tidak mengetahui kecuali sesuatu yang baik?”
‘Aisyah, dalam kapasitasnya sebagai perawi hadis, berkata, “Zainab adalah satu-satunya istri Rasulullah yang melindungi saya. Sebagai balasannya, Allah melindunginya dengan sikap wara’.”[2]
Sayyidah ‘Aisyah menyimpan kesaksian Zainab, dan dia memujinya dengan pujian yang luar biasa, hingga dia berkata, “Saya belum pernah menemukan perempuan yang lebih baik dari dia (Zainab), saya belum pernah menemukan perempuan lebih jujur, lebih perhatian dalam ikatan silaturahmi, dan lebih giat dalam setiap perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT daripada Zainab.”[3]
(17) Zainab Suka Bersedekah dan Ringan Tangan
Pada suatu ketika, Rasulullah SAW pernah bersabda kepada istri-istri beliau, sementara beliau sedang duduk bersama dengan mereka, “Di antara kalian yang paling cepat bertemu dengan saya, adalah orang yang paling ringan tangannya.”[4] Maksudnya, mereka yang paling sering bersedekah akan berjumpa dengan Rasulullah ketika beliau wafat. Zainab bin Jahsyin terkenal sebagai perempuan yang paling banyak bersedekah dari hasil keringatnya sendiri dibandingkan istri beliau yang lain. Zainab suka bekerja sendiri dengan keterampilan tangan yang dia miliki, kemudian hasilnya disedekahkan kepada orang lain.
‘Aisyah mengakui kenyataan tersebut, “Zainab adalah pengrajin yang kreatif. Dia menyamak dan memanik, lalu hasilnya dia sedekahkan.”[5]
Zainab menekuni pekerjaan itu, hingga ajal menjemputnya pada masa kepemimpinan ‘Umar bin Khaththab r.a. Dia adalah istri pertama Rasulullah yang menyusul beliau. Di antara implikasi kegemarannya dalam bersedekah dan memberi, suatu ketika ‘Umar bin Khaththab r.a., saat memegang jabatan sebagai Khalifah, mengirimkan bagian Zainab dari baitul mâl ‘kas negara’, sebagaimana juga dikirimkan kepada Ummul Mukminin yang lain, sebanyak dua belas ribu dirham. Tiba-tiba Zainab berkata, “Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa ‘Umar. Saudara-saudara saya, dari kalangan Ummul Mukminin lebih berhak menerima bagian harta ini.”
Sahabat berkata kepada Zainab, “Semua uang ini untukmu, wahai Ummul Mukminin.”
Zainab berkata, “Subhânallah.” Zainab menutupi uang itu dengan baju, seraya berkata kepada utusan Umar, “Ikatlah lalu lemparlah baju ke ikatan itu.”
Zainab mengambil uang tersebut, lalu menyedekahkan kepada kerabat-kerabatnya, sanak familinya, dan anak-anak Yatim. Hingga Barzah binti Rafi’ berkata kepada Zainab, “Mudah-mudahan Allah mengampuni dosamu, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah, kami mempunyai hak untuk mendapatkan dirham itu.”
Zainab berkata kepada Barzah, “Bagianmu, uang yang ada di bawah baju.”
Mereka menyingkap baju yang dimaksud oleh Zainab, ternyata di bawah baju tersebut terdapat delapan puluh lima dirham. Kemudian Ummul Mukminin, Zainab binti Jahsyin r.a. menengadahkan kedua tangannya ke langit, seraya berdoa, “Ya Allah, mudah-mudahan saya tidak akan menerima pemberian ‘Umar lagi setelah tahun ini.”
Allah mengabulkan doa Zainab. Tidak lama setelah itu, dia meninggal dunia, tanpa meninggalkan uang sepeser pun.
[1]Ungkapan ini bagian dari hadis Bukhari dalam masalah ini, dalam bab at-Tauhid. Untuk lebih jelasnya, lihat buku saya dengan judul Nisâu Ahlil Bait, didistribusikan oleh Maktabah at-Taufiqiyah di al-Azhar, Kairo.
[2]Dikutip dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari
[3]Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya.
[4]Ibnu Sa’ad dalam Thabaqâtnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar