Sabtu, 15 Februari 2014

CREATIVE WRITING (BAGIAN KETIGA)

CREATIVE WRITING (BAGIAN KETIGA)

Dalam pembahasan ketiga, mas A.S. Laksana menulis sebuah judul yang mungkin akan membuat kita bingung. Judul yang dimaksud adalah "Menulis buruk". Di dalam bab ini, beliau menjelaskan bahwa tahap awal dari menulis adalah buatlah tulisan yang buruk. Tulisan yang buruk adalah tulisan yang tidak teratur alur cerita dan tidak indah kata-kata yang digunakan. Beliau menyebutnya draft awal. Tulisan yang buruk masih lebih baik daripada kertas kosong, layar monitor yang melompong. Jika memiliki tulisan yang buruk, kita masih mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya. Sebaliknya jika tidak memiliki tulisan apapun, apa yang perlu diperbaiki.

Bila kita sudah terbiasa membuat tulisan buruk, maka kita akan terbiasa menulis. Kita tidak merasa dibebani untuk langsung membuat tulisan yang bagus.

Mas A.S. Laksana menceritakan bahwa kelas menulis pertamanya menerapkan agar para peserta membuat tulisan bagus sejak awal. Apa yang terjadi? Para peserta merasa terbebani, mereka jadi sulit untuk menulis. Tapi begitu metode yang digunakan berbeda, yaitu mengharuskan menulis buruk, peserta menjadi mudah menulis dan tidak terbebani untuk menulis.

Prinsip menulis, nampaknya tidak berbeda dengan prinsip melukis. Seorang pelukis untuk menghasilkan lukisan yang bagus, dia akan membuat sketsa terlebih dahulu. Biasanya tidak langsung membuat lukisan bagus.

Sebagai penerjemah, saya pun melakukan hal yang sama. Yang pertama kali saya lakukan adalah menerjemahkan apa adanya, bahkan terkesan letterlack. Permasalahannya perbendaharaan kata Indonesia amat miskin. Jadi ketika menemukan suatu kalimat atau kata, saya dapat mengerti maksudnya, namun terkadang sulit menemukan padanannya. Jadilah saya menerjemahkan dengan terjemahan buruk. Setelah satu buku selesai diterjemahkan, barulah diedit.

Saya pernah mengedit hasil terjemahan bahasa Arab. Ternyata mengedit hasil terjemahan bahasa Arab lebih sulit/berat dari pekerjaan menerjemahkan sendiri. Jika mengedit hasil terjemahan bahasa Asing, kita harus mengerti bahasa asli/asing (bahasa penulis), kemudian harus mengerti bahasa penerjemah. Apakah ada kesesuaian antara bahasa penulis (bahasa asing) dengan bahasa penerjemah (bahasa Indonesia). Apakah hasil terjemahan seorang penerjemah sudah tepat atau sama dengan yang dimaksud oleh penulis (bahasa asing). Sedangkan menerjemahkan buku bahasa Asing, kita hanya harus memahami maksud dari penulis.

Oleh karena itu, menulis adalah pekerjaan yang paling mudah bila dibandingkan oleh pekerjaan menerjemahkan buku berbahasa asing. Menulis adalah pekerjaan yang lebih mudah dari pekerjaan mengedit hasil terjemahan buku berbahasa asing.

Karena yang namanya menulis hanya menuang pikiran dan perasaan dalam tulisan, tidak lebih.




TULISAN INI SEBELUMNYA TELAH DIPUBLISH DI AKUN FACEBOOK SAYA ATAS NAMA ARYA NOOR AMARSYAH
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar