Kamis, 10 November 2011

Khaulah binti Tsa’labah dan Suaminya

(84) Khaulah binti Tsa’labah dan Suaminya
Dia dan suaminya sama-sama masuk dalam jajaran sahabat Rasulullah SAW. Suaminya bernama Aus bin Shamit, dia sudah lanjut usia, pada suatu hari istrinya datang dari bepergian dan menemuinya. Aus menyambutnya dengan kemarahan, seraya berkata kepada Khaulah, “Bagi saya kamu seperti ibuku.”
Setelah itu, Aus langsung ke luar rumah, namun beberapa saat kemudian, setelah dia bisa mengendalikan dirinya, dia kembali lagi ke rumahnya. Aus langsung ingin melakukan hubungan badan dengan istrinya. Istrinya berkata kepada Aus, “Tidak boleh, demi Allah, kamu tidak boleh melakukan apa-apa kepada saya, kamu telah menceraikan saya sampai Rasulullah menetapkan hukumnya tentang permasalahan kita ini.”
Cerai zhihâr pada zaman jahiliyah adalah cerai yang tidak bisa rujuk lagi.
Khaulah pergi menghadap Rasulullah SAW, mengadukan tentang permasalahan yang sedang dia hadapi. Beliau bersabda kepada Khaulah, “Kamu tidak boleh lagi berhubungan dengan dia (Aus).”
Khaulah kembali mengadukan permasalahannya kepada beliau. Beliau berpendapat bahwa Khaulah sama sekali tidak boleh lagi berhubungan dengan suaminya.
Khaulah terdiam. Lalu berkata, “Saya akan mengadukan permasalahan saya ini kepada Allah.”
Khaulah belum sempat berdiri dari tempat duduknya, Rasulullah menerima wahyu dari Allah Swt., yaitu awal surat al-Mujadalah. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (QS. al-Mujadilah: 1-4)
Solusi permasalahan yang dihadapi oleh Khaulah dan generasi berikutnya untuk menebus cerai zhihar bisa dilakukan dengan beberapa cara, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Mujâdilah, yaitu dengan memerdekan seorang budak, berpuasa berturut-turut selama dua bulan, atau memberi makan kepada 60 orang miskin.
Demikianlah, meminta pertolongan kepada Allah merupakan solusi setiap problematika yang dihadapi oleh manusia. Khaulah dikenal sebagai orang yang cerdik dalam aspek keimanan. 
Sumber; 100 Qishshah min Dzakâi ash-Shahâbiyyât, Manshur Abd. Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar