UMAR RA TURUN KE LAPANGAN
Suatu ketika Umar berjalan di keremangan malam. Ia mendapati seorang wanita tua sedang menghibur anak-anaknya yang menangis di dalam sebuah gubuk. Tampak di dekatnya sebuah panci terisi air yang dimasak di atas tungku. Umar berjingkat mendekati pintu gubuk dan menyapa ibu tua itu.
"Apa yang membuat anak-anakamu menangis, wahai hamba Allah?" Tanya Umar menyelidik.
"Mereka menangis karena lapar," jawab wanita tua itu. "Lantas, apa yang engkau masak di atas tungku ini?" Lanjut Umar.
Dengan sedih wanita itu berkata, "Aku memasak air untuk menghibur mereka bahwa ada sesuatu yang aku masak hingga mereka tertidur."
Melihat kenyataan dan mendengar penjelasan wanita tua itu, Umar menangis sedih. Ia kemudian pergi ke Dâr as-Shadaqah (lembaga Baitul Mâl), mengambil bahan-bahan makanan seperti gandum, minyak, mentega, kurma, pakaian, dan uang yang dimasukkan ke dalam sebuah karung.
Selanjutnya, Umar menyuruh petugas Dâr as-Shadaqah, Aslam untuk menaikkan karung berisi makanan dan pakaian itu ke punggungnya. Aslam menawarkan agar dirinya yang membawa barang-barang itu, namun ditolak oleh Umar.
Ia berkata, "Tidak, wahai Aslam. Akulah yang harus membawanya sendiri, karena aku sendiri yang akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat."
Umar membawa sendiri bahan-bahan makanan, pakaian dan uang itu ke gubuk wanita tua tadi. Ia isi panci kosong dengan gandum dicampur dengan sedikit minyak dan kurma. Ia mengaduk sendiri adonan makanan itu dengan tangannya, dan meniup perapian di tungku.
Aslam menuturkan, "Dapat aku lihat asap yang mengepul dari sela-sela jenggot Umar. Hingga kemudian makanan itu matang, dan Umar sendiri pula yang menghidangkannya hingga mereka semua kenyang."
Wahai para penguasa di seantaro jagat raya ini. Belumkah saatnya kalian untuk sadar. Bangkit, berkeliling, memperhatikan keadaan rakyat kalian. Masihkah kepentingan pribadi dan keluarga kalian di atas kepentingan rakyat? Tidakkah hati dan nurani kalian terketuk melihat mereka yang tidak memiliki rumah, jika hujan, kehujanan, jika malam, kedinginan? Mungkin kalian pernah merasa lapar, namun pernahkah kalian merasa kelaparan? Tidak takutkah kalian pada pertanggung jawaban di hadapan Allah, Penguasa di hari kiamat? (arnab) (dikutip dari buku Al-Misk wal ’anbar fii khitabil Minbar, karya ’Aidh Al-Qarni)
Suatu ketika Umar berjalan di keremangan malam. Ia mendapati seorang wanita tua sedang menghibur anak-anaknya yang menangis di dalam sebuah gubuk. Tampak di dekatnya sebuah panci terisi air yang dimasak di atas tungku. Umar berjingkat mendekati pintu gubuk dan menyapa ibu tua itu.
"Apa yang membuat anak-anakamu menangis, wahai hamba Allah?" Tanya Umar menyelidik.
"Mereka menangis karena lapar," jawab wanita tua itu. "Lantas, apa yang engkau masak di atas tungku ini?" Lanjut Umar.
Dengan sedih wanita itu berkata, "Aku memasak air untuk menghibur mereka bahwa ada sesuatu yang aku masak hingga mereka tertidur."
Melihat kenyataan dan mendengar penjelasan wanita tua itu, Umar menangis sedih. Ia kemudian pergi ke Dâr as-Shadaqah (lembaga Baitul Mâl), mengambil bahan-bahan makanan seperti gandum, minyak, mentega, kurma, pakaian, dan uang yang dimasukkan ke dalam sebuah karung.
Selanjutnya, Umar menyuruh petugas Dâr as-Shadaqah, Aslam untuk menaikkan karung berisi makanan dan pakaian itu ke punggungnya. Aslam menawarkan agar dirinya yang membawa barang-barang itu, namun ditolak oleh Umar.
Ia berkata, "Tidak, wahai Aslam. Akulah yang harus membawanya sendiri, karena aku sendiri yang akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat."
Umar membawa sendiri bahan-bahan makanan, pakaian dan uang itu ke gubuk wanita tua tadi. Ia isi panci kosong dengan gandum dicampur dengan sedikit minyak dan kurma. Ia mengaduk sendiri adonan makanan itu dengan tangannya, dan meniup perapian di tungku.
Aslam menuturkan, "Dapat aku lihat asap yang mengepul dari sela-sela jenggot Umar. Hingga kemudian makanan itu matang, dan Umar sendiri pula yang menghidangkannya hingga mereka semua kenyang."
Wahai para penguasa di seantaro jagat raya ini. Belumkah saatnya kalian untuk sadar. Bangkit, berkeliling, memperhatikan keadaan rakyat kalian. Masihkah kepentingan pribadi dan keluarga kalian di atas kepentingan rakyat? Tidakkah hati dan nurani kalian terketuk melihat mereka yang tidak memiliki rumah, jika hujan, kehujanan, jika malam, kedinginan? Mungkin kalian pernah merasa lapar, namun pernahkah kalian merasa kelaparan? Tidak takutkah kalian pada pertanggung jawaban di hadapan Allah, Penguasa di hari kiamat? (arnab) (dikutip dari buku Al-Misk wal ’anbar fii khitabil Minbar, karya ’Aidh Al-Qarni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar