Rabu, 25 Juli 2012

NIKMATNYA AIR MINUM


Di bulan Ramadhan ini, banyak sekali rasanya kaum muslimin yang bersyukur. Perhatikan saja sikap dan ucapan mereka di saat berbuka.
        “Alhamdulillah, sekian jam berpuasa, akhirnya kembali merasakan segarnya air minum.”
        “Wiii, nikmatnya minum...”
        “Kalau berpuasa itu memang yang gak nahan itu haus. Tapi begitu berbuka, betapa nikmatnya minum.”
        Ya minum, air minum, memang suatu hal yang vital dalam kehidupan manusia. Kita baru merasakan bahwa air itu merupakan suatu hal yang vital, salah satunya di saat sedang berpuasa. Kita amat bersyukur ketika kembali dapat merasakan air di saat berbuka. 
        Berbicara tentang air, sebenarnya Allah telah mengisyaratkan agar kita mau merenung, selanjutnya bersyukur atas karunia air yang Allah berikan kepada kita. Allah berfirman, “Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kalian minum. Kaliankah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?” (QS Al-Waqi’ah(56):68-69)
        Memperhatikan air minum akan mengantarkan kita pada Allah. Kita tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Sekali lagi, air minum bisa menjadi media untuk menyadarkan kita agar selalu bersyukur.
        Suatu ketika Ibnus Samak bertemu dengan khalifah Harun Ar-Rasyid. Khalifah berkata padanya, “Berilah nasihat pada saya.” Pada saat itu, di tangan khalifah terdapat segelas air. Ibnu As-Samak berkata, “Wahai Amirul Mu’minin! Jika minuman itu tidak ada padamu, apakah engkau bersedia menebusnya dengan semua harta milikmu?” Khalifah menjawab, “Ya benar.” Ibnu As-Samak kembali bertanya, “Wahai Amirul Mu’min! Jika engkau telah minum air ini, namun engkau dilarang untuk keluar (untuk buang air), apakah engkau bersedia menebusnya dengan semua harta milikmu?” Khalifah Harun Ar-Rasyid menjawab, “Ya saya bersedia.” Ibnu As-Samak berkata padanya, “Harta itu tidak ada nilainya sama sekali. Dia tidak sebanding dengan air minum dan buang air.” (Al-Mustathraf/ juz 2/293)
khalifah Harun Ar-Rasyid meminta nasihat  kepada Ibnu Samak. Dari hasil pembicaraan mereka ternyata harta bukan segala-galanya. Mungkin selama ini kita berpikiran dengan uang atau harta kita dapat membeli segalanya. Tapi ternyata, uang dan harta bukan segala-galanya.
        Uang dan harta tidak senilai dengan air minum dan buang air. Coba saja bayangkan. Di saat hari amat panas, di tengah padang pasir yang tidak ditemukan air sama sekali, uang tidak ada nilainya apa-apa. Air menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.
        Di saat bulan Ramadhan, ketika bedug Maghrib tiba. Kita sedang di tengah-tengah jalan tol dan sedang macet pula, namun kita tidak membawa air sama sekali. Bukankah air menjadi sesuatu yang amat berharga.
        Kita terkadang tidak sadar akan nikmat Allah yang teramat besar. Dalam buku Laa Tahdzan, Dr Aidh Al-Qarni bertanya, “Apakah Anda mau menukar kedua mata Anda dengan emas sebanyak gunung Uhud? Apakah Anda bersedia menjual kedua telinga Anda dengan perak sebesar bukit? Apakah Anda mau membeli istana yang menjulang tinggi dengan lidah Anda, sehingga Anda menjadi bisu? Maukah Anda menukar kedua tangan Anda dengan untaian mutiara, sementara tangan Anda buntung?
       Kita terkadang merasa orang yang paling sengsara di dunia, tapi ternyata kita masih lebih beruntung dari orang-orang lain.